Halaman

AWALI AKTIFITAS MU DENGAN BACAAN BASMALAH

Minggu, 08 Juli 2012

judul “Hak Gugat Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Dalam Rangka Kontrol Terhadap Pelayana Publik”



By: Bunga Permatasari
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Secara factual sebenarnya setiap norma hukum merupakan produk dari konfigurasi politik tertentu, sehingga watak atau karakter produk hukum itupun sangat ditentukan oleh konfigurasi politik yang melahirkannya. Oleh karena itu tuntutan ideal (das Sollen) atas politik hukum seperti yang dikehendaki konstitusi di dalam kenyataannya (das Sein) belum tentu dapat terjelmakan.[1]
Fungsi hukum yang utama terhadap kebijaksanaan pemerintah adalah untuk solusi konflik. Fungsi hukum yang demikian itu dilihat dalam kerangka system hukum. Tuntutan dan kebutuhan (konflik kepentingan dan konflik nilai),merupakan masukan yang perlu dikelola sedemikan rupa melalui proses yuridis untuk pada akhirnya direspon dalam bentuk perbuatan hukum. Norma hukum perundang-undangan dan kebijaksanaan pemerintah, adalah salah satu bentuk output untuk merespon tuntutan dan kebutuhan pada level nilai demi memberikan perlindungan dan jaminan hukum atas status, kehormatan, dan akses untuk menikmati secara psikologis, adil dan merata.[2] Fungsi hukum selaku control social dan sarana perubahan social merupakan varian dari hukum untuk menyelesaikan konflik.[3] Dalam hubungannya dengan penelitian skripsi ini terhadap kewenangan pemerintah untuk membekukan dan membubarkan organisasi kemasyarakatan termasuk LSM, tidak ada criteria yang jelas. Kenyataan yang demikian justru akan dapat membaasi eksistensi atau keberadaan dari hak kebebasan berkumpul itu sendiri. Inilah relevansi dari penelitian skripsi ini dengan asumsi bahwa: Pertama, inkonsistensi normative struktur interen hukum antara proposisi hukum Pasal 28 uud 1945 dengan substansinorma hukum regulasi dan deregulasi dibidang politik. Kedua, hukum represif yang mempersulit dinamika perkembangan norma hukum dalam hubungannya dengan kaidah-kaidah kemanusiaan seperti hak asasi manusia dan prinsip-prinsip demokrasi. Sebagai basis signifikasi transformative kepada LSM untuk berpartisipasi dalam pembentukan, pemberlakuan dan penegakan norma hukum dalam rangka kontrol terhadap pelayanan publik.
kontrol terhadap pelayanan publik merupakan tujuan dasar dari konstitusi, dalam sejarah ide-ide politik kebutuhan untuk mempertahankan kekuasaan telah menjadi suatu pokok pembicaraan yang selalu berulang, bahkan sudah menjadi obsesi seorang yang berkuasa.
Dengan demikian salah satu bentuk control terhadap pelayanan publik adalah dengan konsep Negara hukum dengan prinsip the rule of law, berarti juga bahwa control terhadap pelayanan public harus tetap berpegang pada asas legalitas yakni tetap berdasar batas-batas yang telah ditetapkan dalam undang-undang. Dalam hal ini, Lembaga Swadaya Masyarakat menampakkan diri sebagai suatu ide fundamental kontrol kekuasaan menurut hukum, ini menunjukkan bahwa kekuasaan harus dikontrol dengan mengubahnya kedalam kekuasaan hukum.
Pencegahan dan pembatasan kekuasaan merupakan tujuan utama di dalam konstitusionalisme, control terhadap kekuasaan bisa dijadikan sebagai instrument utama untuk mencapai tujuan pelayanan publik.
Persoalan yang bisa muncul ysaitu apakah berbagaimekanisme kontrol (baik di dalam susunan institusionalnya maupun di dalam fungsi sesungguhnya) tetap berhubungan dengan ide-ide yang mendasari pembatasan kekuasaan dan  membatasi pemerintah. Dengan perkataan lain apakah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) tetap bertindak sesuai dengan landasan teoritis yuridis yang memadai atas adanya dalam penggunaan fungsi kontrol terhadap pelayanan publik. Dari latar belakang permasalahan diatas  penulis tertarik untuk menulis skripsi dengan judul “Hak Gugat Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Dalam Rangka Kontrol Terhadap Pelayana Publik”

B.     Perumusan Masalah
Berdasarkan judul dan uraian diatas, maka rumusan masalah dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:
1.      Landasan filosofis dan yuridis hak gugat untuk berperkara Lembaga Swadaya Masyarakat.
2.      Hak berperan serta (Public Participation) Lembaga Swadaya Masyarakat dalam rangka kontrol terhadap pelayanan publik.

C.    Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan baik umum maupun khusus. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengkaji keberadaan dan hak gugat LSM terutama menyangkut prinsip-prinsip-prinsipnya, landasan teoritis dalam rangka kontrol terhadap pelayanan publik.
Selain itu,  tujuan khusus penelitian dari penulisan skripsi ini adalah:
a.       Untuk menganalisis dan menemukan tentang landasan filosofis dan yuridis hak gugat untuk berperkara Lembaga Swadaya Masyarakat.
b.      Untuk menganalisis dan menemukan hak berperan serta (Public Participation) Lembaga Swadaya Masyarakat dalam rangka kontrol terhadap pelayanan publik.

2. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian pada skripsi ini adalah:
  1. Dari segi teoritis, manfaat penelitian ini adalah diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap perkembangan ilmu hukum, berupa pemikiran-pemikiran yang bersifat dan yuridis tentang fungsi kontrol Lembaga Swadaya Masyarakat dalam penciptaan kualitas pelayanan publik.
  2. Dari segi praktis yaitu hak gugat dan hak berperan serta dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada pemerintah dalam rangka tertib hukum di bidang pengawasan dan pembinaan hak berperan serta LSM guna mewujudkan peran sertanya dalam kualitas pelayanan publik.

D.    Kerangka Konseptual
Sebelum masuk ke dalam pembahasan secara terperinci tentang permasalahan dalam penulisan ini, terlebih dahulu penulis mencoba memberi pengertian yang kiranya perlu pada judul skripsi ini, antara lain yaitu:
1.      Hak Gugat
Pada dasarnya istilah hak gugat dapat diartikan secara luas yaitu akses orang-perorangan ataupun kelompok/organisasi dipengadilan sebagai pihak penggugat.[4]
2.      Lembaga Swadaya Masyarakat
Pasal 1 ayat (12) UU No. 4 tahun 1982 tantang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan penjelasannya mendefinisikan bahwa LSM adalah organisasi yang tumbuh secara swadaya, atas kehendak dan keinginan sendiri di tengah masyarakat dan berminat serta bergerak dalam bidang lingkungan hidup. Penjelasan resmi atas Pasal tersebut, menyatakan pengertian organisasi termasuk pula kelompok masyarakat.
Perkembangan yang terjadi terutama setelah LSM tumbuh dan berkembangnya secara cepat, LSM tidak dapat dikelompokkan lagi sebagai organisasi kemasyarakatan yang diatur dengan UU No. 8 tahun 1985.  kemudian Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 8 Tahun 1990 tanggal 19 Maret tentang Pembinaan Lembaga Swadaya masyarakt, telah memberikan rumusan yang lebih rinci terhadap LSM sebagai berikut, LSM adalah organisasi/ Lembaga yang dibentuk oleh masyarakt Warga Negara Indonesia secara sukarela atas kehendak sendiri dan berminat serta bergerak di bidang kegiatan tertentu yang ditetapkan oleh organisasi/lembaga sebagai wujud partisipasi masyarakat dalam upaya meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakt, yang menitikberatkan kepada pengabdian secara swadaya.

3.      Pelayanan Publik

Pelayana publik dapat didefinisikan sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah Pusat, di Daerah, dan di Lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.[5]


E.     KERANGKA TEORITIS
LSM sebagai bentuk Civil Society secara institusional bias diartikan sebagai pengelompokan dari anggota-anggota masyarakat sebagai warga Negara mandiri yang dapat dengan bebas dan egaliter bertindak aktif dalam wacana dan praksis mengenai segala hal yang berkaitan dengan masalah kemasyarakatan pada umumnya. Termasuk didalamnya adalah jaringan-jaringan, pengelompokan-pengelompokan sosial yang mencakup mulai dari rumah tangga organisasi-organisasi sukarela, sampai dengan organisasi-organisasi yang mungkin pada awalnya dibentuk oleh negara, tetapi melayani kepentingan masyarakat yaitu sebagai perantara dari Negara disatu pihak dan individu dan masyarakat dipihak lain. Namun demikian, LSM harus diartikan sebagai komponen publik dan civic. Hal ini menandaskan keharusan adanya kebebasan dan keterbukaan untuk berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat serta kesempatan yang sama dalam mempertahankan kepentingan-kepentingan di depan hukum, termasuk hak gugat LSM.
Dalam pada itu, LSM sebagai civil society yang reflektif ini pun mengisyaratkan pentingnya wacana publik dan oleh karena itu sekaligus keberadaan sebuah ruang publik yang bebas.
Pada ruang publik yang bebaslah, secara normatif, individu-individu dalam posisinya yang setara, dapat melakukan pembelaan hukum dan praksis politik tanpa mengalami distorsi dan kekhawatiran. Secara filosofis, ia dapat diartikan sebagai ruang dimana anggota masyarakat sebagaiwarga Negara mempunyai akses sepenuhnya terhadap semua kegiatan publik. Mereka berhak melakukan kegiatan-kegiatan secara merdeka di dalamnya, termasuk menyampaikan pendapat secara lisan atau tertulis. Ruang Publik, secara institusional termasuk wewenang menggugat tempat-tempat pertemuan umum, parlemen, dan sekolah-sekolah.
UU No.39 Tahun 1999 tentang HAM, Partisipasi Masyarakat di atur dalam Bab VIII Undang-Undang No.39 Tahun 1999, yang terdiri dari Pasal 100 sampai dengan Pasal 103 mengandung kaidah yang penting mengenai partisipasi masyarakat. Ditegaskan bahwa setiap orang, kelompok, organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat atau lembaga kemasyarakatan lainnya, berhak berpartisipasi dalam perlindungan, penegakkan dan pemajuan hak asasi manusia juga untuk menyampaikan laporan mengenai terjadinya pelanggaran hak asasi manusia, untuk mengajukan usulan mengenai perumusandan kebijakan yang berkaitan dengan HAM. Pasal 100 dan Pasal 101 UU No.39 Tahun 1999 tentang HAM tersebut, membuka peluang diterimanya pengakuan hukum LSM, sehingga LSM dapat memiliki askes publik dalam rangka kontrol terhadap pelayanan publik.

F.     Metodelogi Penelitian
1. Bentuk Penelitian
Penelitian untuk skripsi ini merupakan penelitian hukum normatif objek kajian sesuai dengan permasalahan yang diteliti yang merupakan isu hukum, hal ini sebagaimana Philipus M. Hadjon mengemukan : “Langkah awal suatu kajian hukum normatif adalah penentuan pokok masalah secara tepat dan selanjutnya ditarik isu-isu hukum terkait atau komponen-komponen yang mendukungnya.[6]
              Made Subawa mengemukan yang merujuk pemikiran para ilmuan di bidang hukum antara lain Philipus M. Hadjon menyebutkan,
“Metode penelitian hukum normatif adalah beranjak dari hakekat ilmu hukum yaitu berkarakter “normatif”, langkah awal penelitian hukum normatif adalah penentuan pokok masalah secara tepat dan selanjutnya ditarik isu-isu hukum terkait. Selanjutnya dikemukakan bahwa kekuatan penelitian hukum normatif terletak pada langkah-langkah sekwensial yang mudah ditelusuri ilmuwan hukum lainnya.”[7]

2. Pendekatan Yang digunakan
Metode Pendekatan yang digunakan penulis adalah metode pendekatan Perundang-undangan, dilakukan dengan menelaahsemua peraturan perundang-undangan yang terkait masalh atau persoalan-persoalan dalam penelitian tersebut, dan metode pendekatan konseptual dengan melakukan pendekatan terhadap konsep-konsep yang terkait dengan objek penelitan yang terkandung di dalam peraturan perundang-undangan. Dan pendekatan perbandingan.

3. Sumber Bahan Hukum
a.       Bahan hukum utama (primer) dalam penulisan skripsi ini berasal dari UUD 1945, dan peraturan perundang-undangan yang ada kaitan dengan penelitian ini antara lain: UU No.8 Tahun 1985 tentang organisasi kemasyarakatan, UU No.23 tahun 2007 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No.39 Tahun 1999 tentang HAM, Instruksi Menteri Dalam Negeri No.8 Tahunn 1990 tentang Pembinaan LSM.
b.      Bahan hukum (Sekunder) yang berupa buku-buku, berbagai karya serta hasil penelitian, kamus-kamus hukum yang ada hubungannya dengan substansi, Hak Gugat Lembaga Swadaya Masyarakat Dalam Rangka Kontrol Terhadap Pelayanan Publik.
c.       Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus baik kamus hukum maupun kamus umum.

4. Cara Mendapatkan Sumber-Sumber Penelitian
Sumber penelitian diperoleh dengan melakukan library research (penelitan kepustakaan) adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier dan documentary research (penelitian dokumen) adalah bahan hukum primer. Studi literature untuk mendapatkan bahan hukum sekunder dan tersier.

5. Analisis Bahan Hukum
Bahan hukum yang telah diperoleh, baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder yang telah dikumpulkan, selanjutnya dianalisis secara kualitatif, yaitu data yang tersedia diambil kesimpulan dengan menggunakan deduktif dan induktif. Kemudian dengan metode induktif dimabil kesimpulan dan dirumuskan dalam bentuk pernyataan.
           
DAFTAR PUSTAKA

A.          Buku
Hadjon, Philipus M. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gadjah Mada University Prss, Yogyakarta, 1994

MD, Moh.Mahfud.  Politik Hukum di Indonesia, PL3ES, Jakarta, 1998.

Santoso, Mas Achmad. Perluasan Hak Gugat Organisasi, Dictum, Edisi 2, LeIP, 2004, hal.61.
B.     Peraturan Perundang-undangan
-          UU No.8 Tahun 1985 tentang organisasi kemasyarakatan.
-          UU No.23 tahun 2007 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
-           UU No.39 Tahun 1999 tentang HAM.
-           Instruksi Menteri Dalam Negeri No.8 Tahunn 1990 tentang Pembinaan LSM.

C.    Internet
www.wikipedia.co.id.



[1] Moh. Mahfud Md, Politik Hukum Di Indonesia,PL3ES, Jakarta, 1998, hal.13
[2] Ibid
[3] Ibid
[4] Mas Achmad Santosa, Perluasan Hak Gugat Organisasi, Dictum, Edisi 2, LeIP, 2004, hal.61.
[5] www.wikipedia bahasa Indonesia, hal.1
[6]   Philipus M. Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gajah Mada Press, Yogyakarta, 2005, hal. 70.
[7]   Ibid., Hal. 71.

Read more: http://pelajaran-blog.blogspot.com/2009/02/membuat-read-moreselengkapnyabaca.html#ixzz1zecWfyfP

Tidak ada komentar:

Posting Komentar