By: Bunga Permatasari
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Secara factual sebenarnya setiap norma hukum merupakan produk dari
konfigurasi politik tertentu, sehingga watak atau karakter produk hukum itupun
sangat ditentukan oleh konfigurasi politik yang melahirkannya. Oleh karena itu
tuntutan ideal (das Sollen) atas politik hukum seperti yang dikehendaki
konstitusi di dalam kenyataannya (das Sein) belum tentu dapat terjelmakan.[1]
Fungsi hukum yang utama terhadap kebijaksanaan pemerintah adalah untuk
solusi konflik. Fungsi hukum yang demikian itu dilihat dalam kerangka system
hukum. Tuntutan dan kebutuhan (konflik kepentingan dan konflik nilai),merupakan
masukan yang perlu dikelola sedemikan rupa melalui proses yuridis untuk pada
akhirnya direspon dalam bentuk perbuatan hukum. Norma hukum perundang-undangan
dan kebijaksanaan pemerintah, adalah salah satu bentuk output untuk merespon
tuntutan dan kebutuhan pada level nilai demi memberikan perlindungan dan
jaminan hukum atas status, kehormatan, dan akses untuk menikmati secara psikologis,
adil dan merata.[2] Fungsi
hukum selaku control social dan sarana perubahan social merupakan varian dari
hukum untuk menyelesaikan konflik.[3]
Dalam hubungannya dengan penelitian skripsi ini terhadap kewenangan pemerintah
untuk membekukan dan membubarkan organisasi kemasyarakatan termasuk LSM, tidak
ada criteria yang jelas. Kenyataan yang demikian justru akan dapat membaasi
eksistensi atau keberadaan dari hak kebebasan berkumpul itu sendiri. Inilah
relevansi dari penelitian skripsi ini dengan asumsi bahwa: Pertama,
inkonsistensi normative struktur interen hukum antara proposisi hukum Pasal 28
uud 1945 dengan substansinorma hukum regulasi dan deregulasi dibidang politik.
Kedua, hukum represif yang mempersulit dinamika perkembangan norma hukum dalam
hubungannya dengan kaidah-kaidah kemanusiaan seperti hak asasi manusia dan
prinsip-prinsip demokrasi. Sebagai basis signifikasi transformative kepada LSM
untuk berpartisipasi dalam pembentukan, pemberlakuan dan penegakan norma hukum
dalam rangka kontrol terhadap pelayanan publik.
kontrol terhadap pelayanan publik merupakan tujuan dasar dari konstitusi,
dalam sejarah ide-ide politik kebutuhan untuk mempertahankan kekuasaan telah
menjadi suatu pokok pembicaraan yang selalu berulang, bahkan sudah menjadi
obsesi seorang yang berkuasa.
Dengan demikian salah satu bentuk control terhadap pelayanan publik
adalah dengan konsep Negara hukum dengan prinsip the rule of law, berarti juga bahwa control terhadap pelayanan
public harus tetap berpegang pada asas legalitas yakni tetap berdasar
batas-batas yang telah ditetapkan dalam undang-undang. Dalam hal ini, Lembaga
Swadaya Masyarakat menampakkan diri sebagai suatu ide fundamental kontrol
kekuasaan menurut hukum, ini menunjukkan bahwa kekuasaan harus dikontrol dengan
mengubahnya kedalam kekuasaan hukum.
Pencegahan dan pembatasan kekuasaan merupakan tujuan utama di dalam
konstitusionalisme, control terhadap kekuasaan bisa dijadikan sebagai
instrument utama untuk mencapai tujuan pelayanan publik.
Persoalan yang bisa muncul ysaitu apakah berbagaimekanisme kontrol (baik
di dalam susunan institusionalnya maupun di dalam fungsi sesungguhnya) tetap
berhubungan dengan ide-ide yang mendasari pembatasan kekuasaan dan membatasi pemerintah. Dengan perkataan lain
apakah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) tetap bertindak sesuai dengan landasan
teoritis yuridis yang memadai atas adanya dalam penggunaan fungsi kontrol
terhadap pelayanan publik. Dari latar belakang permasalahan diatas penulis tertarik untuk menulis skripsi dengan
judul “Hak Gugat Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) Dalam Rangka Kontrol Terhadap Pelayana Publik”
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan judul dan uraian diatas, maka rumusan masalah dalam penulisan
ini adalah sebagai berikut:
1.
Landasan filosofis dan yuridis hak gugat untuk
berperkara Lembaga Swadaya Masyarakat.
2.
Hak berperan serta (Public Participation) Lembaga
Swadaya Masyarakat dalam rangka kontrol terhadap pelayanan publik.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan baik umum maupun khusus.
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengkaji keberadaan dan hak gugat LSM
terutama menyangkut prinsip-prinsip-prinsipnya, landasan teoritis dalam rangka
kontrol terhadap pelayanan publik.
Selain itu,
tujuan khusus penelitian dari penulisan skripsi ini adalah:
a.
Untuk menganalisis dan menemukan tentang landasan
filosofis dan yuridis hak gugat untuk berperkara Lembaga Swadaya Masyarakat.
b.
Untuk menganalisis dan menemukan hak berperan serta
(Public Participation) Lembaga Swadaya Masyarakat dalam rangka kontrol terhadap
pelayanan publik.
2. Manfaat Penelitian
Manfaat
penelitian pada skripsi ini adalah:
- Dari segi teoritis, manfaat penelitian ini adalah diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap perkembangan ilmu hukum, berupa pemikiran-pemikiran yang bersifat dan yuridis tentang fungsi kontrol Lembaga Swadaya Masyarakat dalam penciptaan kualitas pelayanan publik.
- Dari segi praktis yaitu hak gugat dan hak berperan serta dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada pemerintah dalam rangka tertib hukum di bidang pengawasan dan pembinaan hak berperan serta LSM guna mewujudkan peran sertanya dalam kualitas pelayanan publik.
D. Kerangka Konseptual
Sebelum masuk ke dalam pembahasan secara
terperinci tentang permasalahan dalam penulisan ini, terlebih dahulu penulis
mencoba memberi pengertian yang kiranya perlu pada judul skripsi ini, antara
lain yaitu:
1.
Hak Gugat
Pada dasarnya istilah hak gugat dapat diartikan
secara luas yaitu akses orang-perorangan ataupun kelompok/organisasi
dipengadilan sebagai pihak penggugat.[4]
2.
Lembaga Swadaya Masyarakat
Pasal
1 ayat (12) UU No. 4 tahun 1982 tantang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan
penjelasannya mendefinisikan bahwa LSM adalah organisasi yang tumbuh secara
swadaya, atas kehendak dan keinginan sendiri di tengah masyarakat dan berminat
serta bergerak dalam bidang lingkungan hidup. Penjelasan resmi atas Pasal
tersebut, menyatakan pengertian organisasi termasuk pula kelompok masyarakat.
Perkembangan
yang terjadi terutama setelah LSM tumbuh dan berkembangnya secara cepat, LSM
tidak dapat dikelompokkan lagi sebagai organisasi kemasyarakatan yang diatur
dengan UU No. 8 tahun 1985. kemudian
Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 8 Tahun 1990 tanggal 19 Maret tentang
Pembinaan Lembaga Swadaya masyarakt, telah memberikan rumusan yang lebih rinci
terhadap LSM sebagai berikut, LSM adalah organisasi/ Lembaga yang dibentuk oleh
masyarakt Warga Negara Indonesia secara sukarela atas kehendak sendiri dan
berminat serta bergerak di bidang kegiatan tertentu yang ditetapkan oleh
organisasi/lembaga sebagai wujud partisipasi masyarakat dalam upaya
meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakt, yang menitikberatkan
kepada pengabdian secara swadaya.
3. Pelayanan Publik
Pelayana
publik dapat didefinisikan sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk
barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab
dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah Pusat, di Daerah, dan di Lingkungan
Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya
pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan
peraturan perundang-undangan.[5]
E. KERANGKA TEORITIS
LSM sebagai bentuk Civil
Society secara institusional bias diartikan sebagai pengelompokan dari
anggota-anggota masyarakat sebagai warga Negara mandiri yang dapat dengan bebas
dan egaliter bertindak aktif dalam wacana dan praksis mengenai segala hal yang
berkaitan dengan masalah kemasyarakatan pada umumnya. Termasuk didalamnya
adalah jaringan-jaringan, pengelompokan-pengelompokan sosial yang mencakup mulai
dari rumah tangga organisasi-organisasi sukarela, sampai dengan
organisasi-organisasi yang mungkin pada awalnya dibentuk oleh negara, tetapi
melayani kepentingan masyarakat yaitu sebagai perantara dari Negara disatu
pihak dan individu dan masyarakat dipihak lain. Namun demikian, LSM harus
diartikan sebagai komponen publik dan civic. Hal ini menandaskan keharusan
adanya kebebasan dan keterbukaan untuk berserikat, berkumpul dan mengeluarkan
pendapat serta kesempatan yang sama dalam mempertahankan kepentingan-kepentingan
di depan hukum, termasuk hak gugat LSM.
Dalam pada itu, LSM sebagai civil society yang reflektif
ini pun mengisyaratkan pentingnya wacana publik dan oleh karena itu sekaligus
keberadaan sebuah ruang publik yang bebas.
Pada ruang publik yang bebaslah, secara normatif,
individu-individu dalam posisinya yang setara, dapat melakukan pembelaan hukum
dan praksis politik tanpa mengalami distorsi dan kekhawatiran. Secara
filosofis, ia dapat diartikan sebagai ruang dimana anggota masyarakat
sebagaiwarga Negara mempunyai akses sepenuhnya terhadap semua kegiatan publik.
Mereka berhak melakukan kegiatan-kegiatan secara merdeka di dalamnya, termasuk
menyampaikan pendapat secara lisan atau tertulis. Ruang Publik, secara
institusional termasuk wewenang menggugat tempat-tempat pertemuan umum,
parlemen, dan sekolah-sekolah.
UU No.39 Tahun 1999 tentang HAM, Partisipasi Masyarakat
di atur dalam Bab VIII Undang-Undang No.39 Tahun 1999, yang terdiri dari Pasal
100 sampai dengan Pasal 103 mengandung kaidah yang penting mengenai partisipasi
masyarakat. Ditegaskan bahwa setiap orang, kelompok, organisasi politik,
organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat atau lembaga kemasyarakatan
lainnya, berhak berpartisipasi dalam perlindungan, penegakkan dan pemajuan hak asasi
manusia juga untuk menyampaikan laporan mengenai terjadinya pelanggaran hak
asasi manusia, untuk mengajukan usulan mengenai perumusandan kebijakan yang
berkaitan dengan HAM. Pasal 100 dan Pasal 101 UU No.39 Tahun 1999 tentang HAM
tersebut, membuka peluang diterimanya pengakuan hukum LSM, sehingga LSM dapat
memiliki askes publik dalam rangka kontrol terhadap pelayanan publik.
F. Metodelogi Penelitian
1. Bentuk Penelitian
Penelitian untuk skripsi ini merupakan penelitian hukum
normatif objek kajian sesuai dengan permasalahan yang diteliti yang merupakan
isu hukum, hal ini sebagaimana Philipus M. Hadjon mengemukan : “Langkah
awal suatu kajian hukum normatif adalah penentuan pokok masalah secara tepat
dan selanjutnya ditarik isu-isu hukum terkait atau komponen-komponen yang
mendukungnya.[6]
Made Subawa mengemukan yang
merujuk pemikiran para ilmuan di bidang hukum antara lain Philipus M. Hadjon
menyebutkan,
“Metode
penelitian hukum normatif adalah beranjak dari hakekat ilmu hukum yaitu
berkarakter “normatif”, langkah awal penelitian hukum normatif adalah penentuan
pokok masalah secara tepat dan selanjutnya ditarik isu-isu hukum terkait.
Selanjutnya dikemukakan bahwa kekuatan penelitian hukum normatif terletak pada
langkah-langkah sekwensial yang mudah ditelusuri ilmuwan hukum lainnya.”[7]
2. Pendekatan Yang digunakan
Metode Pendekatan yang digunakan penulis adalah metode
pendekatan Perundang-undangan, dilakukan dengan menelaahsemua peraturan
perundang-undangan yang terkait masalh atau persoalan-persoalan dalam penelitian
tersebut, dan metode pendekatan konseptual dengan melakukan pendekatan terhadap
konsep-konsep yang terkait dengan objek penelitan yang terkandung di dalam
peraturan perundang-undangan. Dan pendekatan perbandingan.
3.
Sumber Bahan Hukum
a.
Bahan hukum utama (primer) dalam penulisan skripsi ini
berasal dari UUD 1945, dan peraturan perundang-undangan yang ada kaitan dengan
penelitian ini antara lain: UU No.8 Tahun 1985 tentang organisasi
kemasyarakatan, UU No.23 tahun 2007 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU
No.39 Tahun 1999 tentang HAM, Instruksi Menteri Dalam Negeri No.8 Tahunn 1990
tentang Pembinaan LSM.
b.
Bahan hukum (Sekunder) yang berupa buku-buku, berbagai
karya serta hasil penelitian, kamus-kamus hukum yang ada hubungannya dengan
substansi, Hak Gugat Lembaga Swadaya Masyarakat Dalam Rangka Kontrol Terhadap
Pelayanan Publik.
c.
Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan
petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder,
seperti kamus baik kamus hukum maupun kamus umum.
4. Cara Mendapatkan Sumber-Sumber
Penelitian
Sumber penelitian diperoleh dengan melakukan library research (penelitan kepustakaan) adalah bahan hukum primer,
bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier dan documentary research (penelitian dokumen) adalah bahan hukum
primer. Studi literature untuk mendapatkan bahan hukum sekunder dan tersier.
5. Analisis Bahan Hukum
Bahan hukum yang telah diperoleh, baik bahan hukum primer maupun bahan
hukum sekunder yang telah dikumpulkan, selanjutnya dianalisis secara
kualitatif, yaitu data yang tersedia diambil kesimpulan dengan menggunakan
deduktif dan induktif. Kemudian dengan metode induktif dimabil kesimpulan dan
dirumuskan dalam bentuk pernyataan.
DAFTAR PUSTAKA
A.
Buku
Hadjon, Philipus M. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia,
Gadjah Mada
University Prss, Yogyakarta,
1994
MD,
Moh.Mahfud. Politik Hukum di Indonesia, PL3ES, Jakarta, 1998.
Santoso, Mas Achmad. Perluasan Hak
Gugat Organisasi, Dictum, Edisi 2, LeIP, 2004, hal.61.
B. Peraturan Perundang-undangan
-
UU No.8 Tahun 1985 tentang organisasi kemasyarakatan.
-
UU No.23 tahun 2007 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup.
-
UU No.39 Tahun
1999 tentang HAM.
-
Instruksi
Menteri Dalam Negeri No.8 Tahunn 1990 tentang Pembinaan LSM.
C. Internet
www.wikipedia.co.id.
[1] Moh. Mahfud Md, Politik
Hukum Di Indonesia,PL3ES, Jakarta,
1998, hal.13
[2] Ibid
[3] Ibid
[4] Mas
Achmad Santosa, Perluasan Hak Gugat Organisasi, Dictum, Edisi 2, LeIP, 2004,
hal.61.
[5] www.wikipedia bahasa Indonesia,
hal.1
[6] Philipus M. Hadjon, Pengantar Hukum
Administrasi Indonesia, Gajah Mada Press, Yogyakarta,
2005, hal. 70.
[7] Ibid., Hal. 71.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar