By:
Bunga Permatasari
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sejalan dengan perubahan dan
pembaharuan sistem penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka Pemerintah
Provinsi dan Kabupaten/Kota sebagai daerah otonom telah diberikan pelimpahan
kewenangan urusan pemerintahan dan sekaligus menjadi kewajiban Pemerintah
Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk mengatur dan mengurus perencanaan,
pemanfaatan dan pengawasan tata ruang di Daerah. Pemberian kewenangan dan kewajiban
sesuai dengan strata dan fungsi pemerintahan tersebut hendaknya dipandang
sebagai momentum bagi Daerah untuk lebih menguatkan pengembangan kapasitas
Daerah berbasis kinerja, kerjasama antar daerah, dan koordinasi secara terpadu
dan sinergis.
Disamping itu, berdasarkan
Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang khususnya pada Pasal
8, 9, 10 dan 11 mengamanatkan bahwa penyelenggaraan penataan ruang (pengaturan,
pembinaan, pengawasan, terhadap pelaksanaan penataan ruang {perencanaan,
pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang} dilakukan oleh Pemerintah
dan Pemerintah Daerah. Implikasinya adalah penataan ruang merupakan kewenangan
yang bersifat konkurensi antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Oleh karena itu, penataan ruang menjadi wadah bagi
kegiatan pembangunan yang memanfaatkan ruang, sehingga penataan ruang dapat
menjadi acuan dan pedoman bagi perumusan kebijakan pembangunan sektoral,
regional dan daerah.
Seiring dengan berlakunya
peraturan perundangan dibidang penataan ruang tersebut di atas, tidak
dipungkiri bahwa masih terjadi perbedaan pemahaman atau persepsi Pemerintah
Daerah dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) baik Provinsi maupun
Kabupaten/Kota. Hal ini disebabkan belum jelasnya mekanisme dalam menyusun
Rencana Tata Ruang Wilayah yang bisa melibatkan dan mengakomodir semua pihak
yang berkepentingan. Sehingga timbul kekhawatiran target waktu untuk
menyesuaikan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Kabupaten/Kota akan
melebihi dari yang sudah ditentukan di dalam Undang-Undang Penataan Ruang yang
baru. Apabila hal ini dibiarkan terus berlanjut akan berdampak pada
terhambatnya pembangunan baik pada skala daerah maupun nasional.
Selain itu, saat ini Kota
merupakan pusat kehidupan manusia. Kota juga merupakan konsumen utama berbagai
sumber daya yang karenanya telah mengakibatkan kerusakan lingkungan. Untuk
meningkatkan kualitas lingkungan demi kelangsungan kehidupan manusia maka salah
satu upaya penting yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas lingkungan
hidup manusia adalah melalui pengembangan, peningkatan, dan pengelolaan Ruang
Terbuka Hijau Kota (RTHK). Melalui pengembangan RTHK yang berkualitas dalam
jumlah sebanyak-banyaknya maka dampak negatif dari gas buangan dan asap
industri maupun perubahan iklim mikro dapat dikurangi.
Akan tetapi, diakui atau tidak sebagaian
besar pembangunan kota di Indonesia kurang mengandalkan perencanaan tata ruang
yang baik. Bahkan, hebatnya jika pun sudah ada tata ruang, aparat tidak
segan-segan melakukan pembangkangan dengan melakukan pembiaran atas pelanggaran
terhadap tata ruang yang ada. Terlalu banyak contoh dimana tata ruang
dikembangkan untuk daerah resapan, daerah hijau, atau pun daerah hunian
dikembangkan menjadi daerah-daerah komersial dengan bangunan di atasnya.[1]
Hal ini kemudian bertolak dengan UU No
32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang
menyatakan bahwa pemerintah berkewajiban untuk melakukan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup dalam Pelaksanaan Pembangunan berkelanjutan agar
lingkungan hidup Indonesia dapat tetap menjadi sumber dan penunjang hidup bagi
rakyat Indonesia serta makhluk hidup lain.
Berdasarkan hal ini lah penulis
bermaksud membuat makalah dengan judul Wewenang
Pemerintah Daerah dalam Perencanaan
Ruang Terbuka Hijau Dalam Rangka Penataan Ruang Wilayah Kota.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka fokus
pembahasan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana wewenang Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/ Kota dalam
Penataan Ruang?
2.
Bagaimana wewenang Pemerintah Daerah dalam Perencanaan Ruang Terbuka Hijau Dalam Rangka
Penataan Ruang Wilayah Kota?
C.
Tujuan
Penulisan
Berdasarkan
rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1.
Untuk mengetahui wewenang Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/
Kota dalam Penataan Ruang.
2.
Untuk mengetahui wewenang Pemerintah Daerah dalam Perencanaan Ruang Terbuka Hijau Dalam Rangka
Penataan Ruang Wilayah Kota.
D.
Manfaat
Penulisan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan manfaat, baik teoritik maupun praktis berupa:
1. Manfaat Teoritik
Hasil penulisan ini diharapkan dapat
memberi sumbangan pemikiran bagi pengembangan dalam bidang teori hukum administrasi
Negara dan hukum tata ruang, yang bermanfaat bagi pemerintah dalam keutuhan dan
kelancaran, sebagai penyelenggaraan pemerintah, sesuai dengan prinsip Negara kesatuan
dalam rangka melaksanakan penyelenggaraan pengelolaan ruang di bidang kawasan
hijau.
4.2 Manfaat Praktis
Secara praktis, hasil penulisan ini
diharapkan dapat membantu sebagai acuan atau pedoman bagi setiap perangkat
pemerintah, khususnya perangkat pemerintah daerah dalam menjalankan wewenang
hak dan kewajibannya, sebagai penyelenggaraan pemerintahan dalam pengelolaan
tata ruang.
BAB II
ISI
A. Wewenang
Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/ Kota dalam Penataan Ruang.
Di bawah ini, terlebih dahulu dijelaskan
apa yang dimaksud dengan wewenang
dan bagaimana cara memperoleh wewenang. Menurut Prajudi Atmosudirjo membedakan pengertian-pengertian kewenangan dan
wewenang. Kewenangan adalah kekuasaan terhadap segolongan orang tertentu atau
kekuasaan terhadap suatu bidang pemerintahan (atau bidang urusan) tertentu yang
bulat. Sedangkan wewenang adalah kekuasaan untuk melakukan sesuatu tindak hukum
publik, misalnya wewenang menandatangani surat-surat izin seorang pejabat atas
nama menteri, sedangkan kewenangan tetap berada di tangan menteri.[2].
Cara memperoleh wewenang ada beberapa
cara sebagaimana dikemukakan Philipus M. Hadjon, Terdapat dua cara utama
untuk memperoleh wewenang Pemerintahan, yaitu atribusi dan delegasi.
Kadang-kadang juga mandat, ditempatkan sebagai cara tersendiri untuk memperoleh
wewenang.[3]
Selanjutnya, berdasarkan UU No. 26 Tahun
2007 Tentang Penataan Ruang, Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat,
ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan
wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan
memelihara kelangsungan hidupnya. Kemudian Pasal 1 angka 2, tata ruang adalah
wujud struktur ruang dan pola ruang. Selanjutnya, Pasal 1 angka 5 penataan
ruang adalah suatu system proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan
pengendalian pemanfaatan ruang. Dan dalam Pasal 1 angka 6, Penyelenggaraan
Penataan Ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan,
pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang.
Adapun yang menjadi wewenang Pemerintah
Daerah Provinsi dalam penataan ruang terdapat dalam UU No.26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang terdapat dalam Pasal 10, yang berbunyi:
1.
Wewenang pemerintah daerah provinsi
dalam penyelenggaraan penataan ruang meliputi:
a.
Pengaturan, pembinaan, dan pengawasan
terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi, dan kabupaten/kota, serta
terhadap pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis provinsi dan
kabupaten/kota.
b.
Pelaksanaan penataan ruang wilayah
provinsi
c.
Pelaksanaan penataan ruang kawasan
strategis provinsi, dan
d.
Kerja sama penataan ruang antarprovinsi
dan pemfasilitasan kerja sama penataan ruang antar kabupaten/kota.
2.
Wewenang pemerintah daerah provinsi
dalam pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b meliputi:
a.
Perencanaan tata ruang wilayah provinsi
b.
Pemanfaatan ruang wilayah provinsi, dan
c.
Pengendalian pemanfaatan ruang wilayah
provinsi
3.
Dalam penataan ruang kawasan strategis
provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, pemerintah daerah provinsi
melaksanakan:
a.
Penetapan kawasan strategis provinsi
b.
Perencanaan tata ruang kawasan strategis
provinsi;
c. pemanfaatan ruang kawasan strategis provinsi; dan
d. pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis provinsi.
4. Pelaksanaan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan
ruang kawasan strategis provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dan
huruf d dapat dilaksanakan pemerintah daerah kabupaten/kota melalui tugas
pembantuan.
5. Dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang wilayah provinsi,
pemerintah daerah provinsi dapat menyusun petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang
pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
6 Dalam pelaksanaan
wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan
ayat (5), pemerintah daerah provinsi:
a. menyebarluaskan informasi yang berkaitan dengan:
1) rencana umum dan rencana rinci tata ruang dalam rangka
pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi;
2) arahan peraturan zonasi untuk system provinsi yang disusun
dalam rangka pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi; dan
3) petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang;
b. melaksanakan standar pelayanan minimal bidang penataan ruang.
7
Dalam hal pemerintah daerah
provinsi tidak dapat memenuhi standard pelayanan minimal bidang penataan ruang,
Pemerintah mengambil langkah penyelesaian sesuai de dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam penjelasan Pasal 10 (ayat 4 s.d ayat 7) dijelaskan sebagai
berikut:
Ayat
(4)
Kewenangan
pemerintah daerah provinsi dalam pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan
ruang kawasan strategis provinsi mencakup aspek yang terkait dengan nilai
strategis yang menjadi dasar penetapan kawasan strategis. Pemerintah daerah
kabupaten/kota tetap memiliki kewenangan dalam penyelenggaraan aspek yang tidak
terkait dengan nilai strategis yang menjadi dasar penetapan kawasan strategis.
Ayat
(5)
Yang
dimaksud dengan “dapat menyusun petunjuk pelaksanaan” adalah bahwa penyusunan
petunjuk pelaksanaan oleh pemerintah daerah provinsi disesuaikan kebutuhan
dengan memperhatikan karakteristik daerah. Petunjuk pelaksanaan dimaksud
merupakan penjabaran dari pedoman bidang penataan ruang yang ditetapkan oleh
Pemerintah.
Ayat
(6)
Huruf a
Cukup
jelas.
Huruf
b
Contoh
jenis pelayanan minimal dalam perencanaan tata ruang wilayah provinsi antara
lain adalah keikutsertaan masyarakat dalam penyusunan rencana tata ruang
wilayah provinsi; sedangkan mutu pelayanannya dinyatakan dengan frekuensi
keikutsertaan masyarakat dalam proses perencanaan tata ruang wilayah provinsi.
Ayat
(7)
Langkah
penyelesaian yang diambil Pemerintah mencakup pula pembinaan kepada pemerintah
provinsi, agar mampu memenuhi standar pelayanan minimal bidang penataan ruang.
Upaya pembinaan tersebut dapat berupa bantuan teknis untuk memenuhi standar
pelayanan minimal yang tidak dipenuhi pemerintah daerah provinsi.
Perlu ditegaskan bahwa pemberian
wewenang kepada pemerintah daerah provinsi dalam memasilitasi kerja sama
penataan ruang antar kabupaten/kota dimaksud agar kerja sama penataan ruang
memberikan manfaat yang optimal bagi kabupaten/kota yang bekerja.
Adapun wewenang pemerintah daerah
kabupaten/kota dalam rangka penataan ruang dalam pasal 11 UUPR ditegaskan
sebagai berikut:
Pasal 11
(1)Wewenang pemerintah daerah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan
penataan ruang meliputi:
a. pengaturan,
pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota
dan kawasan strategis kabupaten/kota;
b. pelaksanaan penataan
ruang wilayah kabupaten/kota;
c. pelaksanaan penataan
ruang kawasan strategis kabupaten/kota; dan
d. kerja sama penataan
ruang antarkabupaten/ kota.
(2) Wewenang pemerintah daerah kabupaten/kota dalam pelaksanaan
penataan ruang wilayah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b meliputi:
a. perencanaan tata
ruang wilayah kabupaten/ kota;
b. pemanfaatan ruang
wilayah kabupaten/kota; dan
c. pengendalian
pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota.
(3) Dalam pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis
kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, pemerintah daerah kabupaten/kota
melaksanakan:
a. penetapan kawasan
strategis kabupaten/kota;
b. perencanaan tata
ruang kawasan strategis kabupaten/kota;
c. pemanfaatan ruang
kawasan strategis kabupaten/kota; dan
d. pengendalian
pemanfaatan ruang kawasan strategis kabupaten/kota.
(4) Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2), pemerintah daerah kabupaten/kota mengacu pada pedoman bidang
penataan ruang dan petunjuk pelaksanaannya.
(5)Dalam pelaksanaan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), pemerintah daerah kabupaten/kota:
a. menyebarluaskan
informasi yang berkaitan dengan rencana umum dan rencana rinci tata ruang dalam
rangka pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota; dan
b. melaksanakan standar
pelayanan minimal bidang penataan ruang.
(6) Dalam hal pemerintah daerah kabupaten/kota tidak dapat
memenuhi standar pelayanan minimal bidang penataan ruang, pemerintah daerah
provinsi dapat mengambil langkah penyelesaian sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Sehubungan dengan
wewenang Pemda Kabupaten/Kota, penjelasan Pasal 11 (ayat 5 dan ayat 6) menyatakan sebagai berikut:
Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Contoh jenis
pelayanan dalam perencanaan tata ruang wilayah kabupaten/kota, antara lain,
adalah keikutsertaan masyarakat dalam penyusunan rencana tata ruang wilayah
kabupaten/kota; sedangkan mutu pelayanannya dinyatakan dengan frekuensi
keikutsertaan masyarakat dalam proses perencanaan tata ruang wilayah kabupaten/kota.
Ayat (6)
Pemerintah
daerah provinsi mengambil langkah penyelesaian dalam bentuk pemenuhan standard pelayanan
minimal apabila setelah melakukan pembinaan, pemerintah daerah kabupaten/kota
belum juga dapat meningkatkan kinerjanya dalam penyelenggaraan penataan ruang
tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan bidang otonomi daerah.
Menurut
ketentuan Pasal 12 UUPR, pengaturan penataan ruang dilakukan melalui penetapan
ketentuan peraturan perundang-undangan bidang peñata ruangan termaksuk pedoman
bidang penataan ruang.
Berkaitan dengan pembinaan, Pasal 13
menyatakan sebagai berikut:
Pasal
13
(1)
Pemerintah melakukan pembinaan penataan ruang kepada pemerintah daerah
provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, dan masyarakat.
(2)
Pembinaan penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
melalui:
a.
koordinasi penyelenggaraan penataan ruang;
b.
sosialisasi peraturan perundang-undangan dan sosialisasi pedoman bidang
penataan ruang;
c.
pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi pelaksanaan penataan ruang;
d.
pendidikan dan pelatihan;
e.
penelitian dan pengembangan;
f.
pengembangan sistem informasi dan komunikasi penataan ruang;
g.
penyebarluasan informasi penataan ruang kepada masyarakat; dan
h.
pengembangan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat.
(3)
Pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota
menyelenggarakan pembinaan penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
menurut kewenangannya masing-masing.
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan pembinaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.
Adapun pengendalian
pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan,
pemberian insenti dan disinsentif, serta pengenaan sanksi. Hal ini di atur
dalam Pasal 36, Pasal Pasal 37, Pasal 38, Pasal 39.
Pasal
36
(1) Peraturan zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 disusun
sebagai pedoman pengendalian pemanfaatan ruang.
(2) Peraturan zonasi disusun berdasarkan rencana rinci tata ruang
untuk setiap zona pemanfaatan ruang.
(3) Peraturan zonasi ditetapkan dengan:
a. peraturan
pemerintah untuk arahan peraturan zonasi sistem nasional;
b. peraturan daerah
provinsi untuk arahan peraturan zonasi sistem provinsi; dan
c. peraturan daerah
kabupaten/kota untuk peraturan zonasi.
Pasal 37
(1) Ketentuan perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 diatur
oleh Pemerintah dan pemerintah daerah menurut kewenangan masing-masing sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Izin pemanfaatan ruang
yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dibatalkan oleh Pemerintah
dan pemerintah daerah menurut kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3) Izin pemanfaatan ruang
yang dikeluarkan dan/atau diperoleh dengan tidak melalui prosedur yang benar, batal
demi hukum.
(4) Izin pemanfaatan ruang
yang diperoleh melalui prosedur yang benar tetapi kemudian terbukti tidak sesuai
dengan rencana tata ruang wilayah, dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah
daerah sesuai dengan kewenangannya.
(5) Terhadap kerugian yang
ditimbulkan akibat pembatalan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dapat
dimintakan penggantian yang layak kepada instansi pemberi izin.
(6) Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai lagi akibat adanya perubahan
rencana tata ruang wilayah dapat dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah
daerah dengan memberikan ganti kerugian yang layak.
(7) Setiap pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan izin
pemanfaatan ruang dilarang menerbitkan izin yang tidak sesuai dengan rencana tata
ruang.
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur perolehan izin dan
tata cara penggantian yang layak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat
(5) diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal 38
(1) Dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang agar pemanfaatan ruang
sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dapat diberikan insentif dan/atau disinsentif
oleh Pemerintah dan pemerintah daerah.
(2) Insentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35, yang merupakan
perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan
yang sejalan dengan rencana tata ruang, berupa:
a. keringanan pajak,
pemberian kompensasi, subsidi silang, imbalan, sewa ruang, dan urun saham;
b. pembangunan serta
pengadaan infrastruktur;
c. kemudahan prosedur perizinan;
dan/atau
d. pemberian
penghargaan kepada masyarakat, swasta dan/atau pemerintah daerah.
(3) Disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35, yang
merupakan perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, atau mengurangi
kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang, berupa:
a. pengenaan pajak yang
tinggi yang disesuaikan dengan besarnya biaya yang dibutuhkan untuk mengatasi
dampak yang ditimbulkan akibat pemanfaatan ruang; dan/atau
b. pembatasan penyediaan infrastruktur, pengenaan kompensasi, dan
penalti.
(4) Insentif dan disinsentif diberikan dengan tetap menghormati
hak masyarakat.
(5) Insentif dan disinsentif dapat diberikan oleh:
a. Pemerintah kepada
pemerintah daerah;
b. pemerintah daerah
kepada pemerintah daerah lainnya; dan
c. pemerintah kepada
masyarakat.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara pemberian
insentif dan disinsentif diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal 39
Pengenaan sanksi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 merupakan tindakan penertiban yang
dilakukan terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata
ruang dan peraturan zonasi.
B. Wewenang
Pemerintah Daerah dalam Perencanaan Ruang Terbuka Hijau Dalam Rangka Penataan
Ruang Wilayah Kota.
Dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman
Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan disebutkan
bahwa pengertian Ruang Terbuka Hijau adalah area memanjang/jalur dan atau
mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman,
baik yang tumbuh tanaman secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Sedangkan
berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 2007 tentang Ruang
Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan disebutkan bahwa pengertian Ruang Terbuka Hijau
kawasan perkotaan adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang
diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya,
ekonomi, dan estetika.
Adapun Klasikasi Ruang Terbuka Hijau dapat dibagi
menjadi:
1. Kawasan
hijau pertamanan kota.
2. Kawasan
hijau rekreasi kota
3. Kawasan
hijau hutan kota
4. Kawasan
hijau kegiatan olahraga
5. Kawasan
hijau pemakaman
6. Kawasan
hijau pertanian
7. Kawasan
hijau jalur hijau
8. Kawasan
hijau pekakarangan.[4]
Sedangkan dalam Dalam Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan
Ruang Terbuka Hijau di 22 Kawasan Perkotaan, pengklasifikasikan Ruang Terbuka
Hijau yang ada sesuai dengan Tipologi berikut :
a. Berdasarkan fisik
Berdasarkan
fisik, Ruang Terbuka Hijau (RTH) dapat dibedakan menjadi:
1)
RTH Alami
RTH alami adalah
RTH yang terdiri dari habitat liar alami, kawasan lindung, dan taman-taman
nasional.
2)
RTH Non Alami/Binaan
RTH non
alami/binaan adalah RTH yang terdiri dari taman, lapangan olahraga, makam, dan
jalur-jalur hijau jalan.
b. Berdasarkan struktur ruang
Berdasarkan
struktur ruang, RTH dapat dibedakan menjadi :
1)
RTH dengan pola ekologis
Merupakan RTH
yang memiliki pola mengelompok, memanjang, tersebar.
2)
RTH dengan pola planologis merupakan RTH yang memiliki pola mengikuti hirarki
dan struktur ruang perkotaan.
c. Berdasarkan
segi kepemilikan
Berdasarkan segi kepemilikan, RTH dapat dibedakan
menjadi :
1) RTH Publik
2) RTH Privat
d. Berdasarkan
fungsi
Berdasarkan fungsinya, RTH dapat berfungsi sebagai :
1)
Fungsi Ekologis
RTH
berfungsi ekologis merupakan satu bentuk RTH yang berlokasi, berukuran, dan
berbentuk pasti dalam suatu wilayah kota untuk menjamin keberlanjutan suatu
wilayah kota secara fisik. Secara ekologis, RTH dapat meningkatkan kualitas
airtanah, mencegah banjir, mengurangi polusi udara, dan menurunkan temperatur
kota. Bentuk-bentuk RTH perkotaan yang berfungsi ekologis antara lain seperti
sabuk hijau kota, hutan kota, taman botani, dan sempadan sungai.
2)
Fungsi Sosial Budaya
Secara
sosial budaya, RTH dapat memberikan fungsi sebagai ruang interaksi sosial dan
sarana rekreasi. Bentuk RTH yang berfungsi sosial budaya antara lain
taman-taman kota, lapangan olahraga, kebun raya, dan TPU.
3)
Fungsi Arsitektural/Estetika
Secara
arsitektural, RTH dapat meningkatkan nilai keindahan dan kenyamanan kota
melalui keberadaan taman-taman kota, kebun kebun bunga, dan jalur-jalur hijau
di jalan-jalam kota.
4) Fungsi Ekonomi
Sedangkan secara
ekonomi melalui pengusahaan lahan-lahan kosong menjadi lahan
pertanian/perkebunan (urban agriculture) dan pengembangan sarana wisata
hijau perkotaan yang dapat mendatangkan wisatawan.
4.
Jenis-jenis Ruang Terbuka Hijau Perkotaan
Jenis-jenis ruang terbuka Hijau
berdasarkan Permendagri No.1 Tahun 2007 adalah :
a. Taman kota
Taman kota
merupakan ruang di dalam kota yang ditata untuk menciptakan keindahan,
kenyamanan, keamanan, dan kesehatan bagi penggunanya. Selain itu, taman kota
difungsikan sebagai paru-paru 24 kota, pengendali iklim mikro, konservasi tanah
dan air, dan habitat berbagai flora dan fauna. Apabila terjadi suatu bencana,
maka taman kota dapat difungsikan sebagai tempat posko pengungsian. Pepohonan
yang ada dalam taman kota dapat memberikan manfaat keindahan, penangkal angin,
dan penyaring cahaya matahari. Taman kota berperan sebagai sarana pengembangan
budaya kota, pendidikan, dan pusat kegiatan kemasyarakatan.
b. Taman wisata
alam
Kawasan taman
wisata alam adalah kawasan pelestarian alam dengan tujuan utama untuk
dimanfaatkan bagi kepentingan pariwisata dan rekreasi alam. Kawasan ini
dikelola oleh pemerintah dan dikelola dengan upaya pengawetan keanekaragaman
jeni tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya
c. Taman
rekreasi
Taman rekreasi
merupakan tempat rekreasi yang berada di alam terbuka tanpa dibatasi oleh suatu
bangunan, atau rekreasi yang berhubungan dengan lingkungan dan berorientasi
pada penggunaan sumberdaya alam seperti air, hujan, pemandangan alam atau kehidupan
di alam bebas. Kegiatan rekreasi dibedakan menjadi 25 kegiatan yang bersifat
aktif dan pasif. Kegiatan yang cukup aktif seperti piknik, olah raga,
permainan, dan sebagainya melalui penyediaan sarana-sarana permainan.
d. Taman
lingkungan perumahan dan permukiman
Taman lingkungan
perumahan dan permukiman merupakan taman dengan klasifikasi yang lebih kecil
dan diperuntukkan untuk kebutuhan rekreasi terbatas yang meliputi populasi terbatas/masyarakat
sekitar. Taman ini mempunyai fungsi sebagai paru-paru kota (sirkulasi udara dan
penyinaran), peredam kebisingan, menambah keindahan visual, area interaksi,
rekreasi, tempat bermain, dan menciptakan kenyamanan lingkungan.
e. Taman
lingkungan perkantoran dan gedung komersial
Taman lingkungan
perkantoran dan gedung komersial merupakan taman dengan klasifikasi yang lebih
kecil dan diperuntukkan untuk kebutuhan terbatas yang meliputi populasi terbatas/pengunjung.
Taman ini terletak di beberapa kawasan institusi, misalnya pendidikan dan
kantor-kantor. Institusi tersebut membutuhkan RTH pekarangan untuk tempat
upacara, olah raga, area parkir, sirkulasi udara, keindahan dan kenyamanan
waktu istirahat belajar atau bekerja.
f. Taman hutan
raya
Kawasan taman
hutan raya adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan
atau satwa yang alami atau bukan alami, jenis asli dan atau bukan asli, yang
dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,
menunjang budidaya, budaya, pariwisata, dan rekreasi. Kawasan taman hutan raya
dikelola oleh pemerintah dan dikelola dengan upaya pengawetan keanekaragaman
jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya
g. Hutan kota
Dalam membangun
sebuah hutan kota terdapat dua pendekatan yang dapat dipakai. Pendekatan
pertama, hutan kota dibangun pada lokasi-lokasi tertentu saja. Pada bagian ini,
hutan kota merupakan bagian dari suatu kota. Penentuan luasnya pun dapat berdasarkan
:
a. Prosentase,
yaitu luasan hutan kota ditentukan dengan menghitungnya dari luasan kota.
b. Perhitungan
per kapita, yaitu luasan hutan kota ditentukan berdasarkan jumlah penduduknya.
c. Berdasarkan
isu utama yang muncu. Misalnya untuk menghitung luasan hutan kota pada suatu
kota dapat dihitung berdasarkan tujuan pemenuhan kebutuhan akan oksigen, air,
dan kebutuhan lainnya.
Pendekatan
kedua, semua
areal yang ada di suatu kota pada dasarnya adalah areal untuk hutan kota. Pada
pendekatan ini, komponen yang ada di kota seperti pemukiman, perkantoran, dan industri
dipandang sebagai suatu enklave (bagian) yang ada dalam suatu hutan kota. Berdasarkan
PP No. 63 Tahun 2002, hutan kota didefinisikan sebagai suatu hamparan lahan
yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan
baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota
oleh pejabat yang berwenang. Persentase luas hutan kota paling sedikit 10% dari
wilayah perkotaan dan atau disesuaikan dengan kondisi setempat dengan luas
minimal sebesar 0.25 ha dalam satu hamparan yang kompak (hamparan yang
menyatu). Taman hutan raya, kebun raya, kebun binatang, hutan lindung,
arboretum, dan bum perkemahan yang berada di wilayah kota atau kawasan
perkotaan
dapat
diperhitungkan sebagai luasan kawasan yang berfungsi sebagai hutan kota.Hutan
kota juga mempunyai beberapa fungsi seperti memperbaiki dan menjaga iklim mikro
dan nilai estetika, meresapkan air, menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan
fisik kota, dan mendukung pelestarian keanekaragaman hayati. Hutan kota dapat
dimanfaatkan sebagai tempat pariwisata alam, rekreasi, olah raga, penelitian
dan pengembangan, pendidikan, pelestarian plasma nutfah, dan budidaya hasil
hutan bukan kayu. Hal-hal tersebut dapat dilakukan selama tidak mengganggu
fungsi hutan kota.
h. Hutan lindung
Hutan lindung
merupakan kawasan hutan yang mempunyai fungsi sebagai perlindungan sistem
penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan
erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.
i. Bentang alam
seperti gunung, bukit, lereng dan lembah
RTH bentang alam
adalah ruang terbuka yang tidak dibatasi oleh suatu bangunan dan berfungsi
sebagai pengamanan keberadaan kawasan lindung perkotaan; pengendali pencemaran
dan kerusakan tanah, air, dan udara; tempat perlindungan plasma nutfah dan keanekaragaman
hayati; pengendali tata air; dan sarana estetika kota.
j. Cagar alam
Kawasan cagar
alam adalah kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan
tumbuhan, satwa, dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi
dan perkembangannya berlangsung secara alami. Sesuai fungsinya, kawasan cagar
alam ini dapat dimanfaatkan untuk penelitian dan pengembangan, ilmu
pengetahuan, pendidikan, dan kegiatan penunjang budidaya.
k. Kebun raya
Kebun raya
adalah suatu area kebun yang ditanami berbagai jenis tumbuhan yang ditujukan
terutama untuk keperluan penelitian. Selain itu, kebun raya juga digunakan
sebagai sarana wisata dan pendidikan bagi pengunjung. Dua buah bagian utama
dari sebuah kebun raya adalah perpustakaan dan herbarium yang memiliki koleksi
tumbuh-tumbuhan yang telah dikeringkan untuk keperluan pendidikan dan
dokumentasi l. Kebun binatang
Kebun binatang
adalah tempat dimana hewan dipelihara dalam lingkungan buatan serta
dipertunjukkan kepada publik. Selain menyuguhkan atraksi kepada pengunjung dan
memiliki berbagai fasilitas rekreasi, kebun binatang juga mengadakan
programprogram pembiakan, penelitian, konservasi, dan pendidikan
m. Pemakaman
umum
Pemakaman umum
merupakan salah satu fasilitas sosial yang berfungsi sebagai tempat pemakaman
bagi masyarakat yang meninggal dunia. Pemakaman umum juga memiliki fungsi
lainnya seperti cadangan RTH, daerah resapan air, dan paru-paru kota. Lahan
pemakaman selain digunakan untuk tempat pemakaman, umumnya memiliki sedikit
lahan untuk ruang terbangun dan sisanya ditanami berbagai jenis tumbuhan.
n. Lapangan olah
raga
Lapangan
olahraga merupakan lapangan yang dibangun untuk menampung berbagai aktifitas
olahraga seperti sepak bola, voli, atletik, dan golf serta sarana-sarana
penunjangnya. Fungsi lapangan olahraga adalah sebagai wadah olahraga, tempat
bermain, pertemuan, sarana interaksi dan sosialisasi, serta untuk meningkatkan
kualitas lingkungan sekitarnya.
o. Lapangan
upacara
Lapangan upacara
merupakan lapangan yang dibangun untuk kegiatan upacara. Umumnya kegiatan ini
dilakukan di halaman perkantoran yang cukup luas dan lapangan olah raga.
p. Parkir
terbuka
Area parkir
merupakan unsur pendukung sistem sirkulasi kota yang dapat menambah kualitas
visual lingkungan. Lahan parker terbuka yang ada di perkantoran, hotel,
restoran, pusat perbelanjaan, dan lainnya hendaknya ditanami dengan pepohonan
agar tercipta lingkungan yang sejuk dan nyaman.
q. Lahan
pertanian perkotaan
Pertanian kota
adalah kegiatan penanaman, pengolahan, dan distribusi pangan di wilayah
perkotaan. Kegiatan ini tentunya membutuhkan lahan yang cukup luas. Oleh karena
itu, lahan ini biasanya jarang ditemui di wilayah perkotaan yang cenderung
memiliki lahan yang sudah terbangun. Hasil pertanian kota ini menyumbangkan
jaminan dan keamanan pangan yaitu meningkatkan jumlah ketersediaan pangan
masyarakat kota serta menyediakan sayuran dan buah-buahan segar bagi masyarakat
kota. Selain itu, pertanian kota juga dapat menghasilkan tanaman hias dan
menjadikan lahan-lahan terbengkalai kota menjadi indah. Dengan pemberdayaan
masyarakat penggarap maka pertanian kota pun menjadi sarana pembangunan modal
sosial.
r. Jalur dibawah
tegangan tinggi (sutt dan sutet)
SUTT (Saluran
Udara Tegangan Tinggi) dan SUTET (Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi) adalah
sistem penyaluran listrik yang ditujukan untuk menyalurkan energi listrik dari
pusat-pusat pembangkit yang jaraknya jauh menuju pusat-pusat beban sehingga energi
listrik bisa disalurkan dengan efisien. Daerah sekitarnya hendaklah tidak
dijadikan daerah terbangun, tapi dijadikan RTH jalur hijau. RTH ini berfungsi sebagai
pengamanan, pengendalian jaringan listrik tegangan tinggi, dan mempermudah
dalam melakukan perawatan instalasi.
s. Sempadan
sungai, pantai, bangunan, situ dan rawa
Sempadan adalah
RTH yang berfungsi sebagai batas dari sungai, danau, waduk, situ, pantai, dan
mata air atau bahkan kawasan limitasi terhadap penggunaan lahan disekitarnya.
Fungsi lain dari sempadan adalah untuk penyerap aliran air, perlindungan
habitat, dan perlindungan dari bencana alam. Sempadan sungai adalah kawasan
sepanjang kiri kanan sungai termasuk sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer
yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai, mengamankan
aliran sungai, dan dikembangkan sebagai area penghijauan. PP Nomor 26 Tahun
2008 menetapkan kriteria-kriteria sempadan sungai, yaitu:
1) daratan
sepanjang tepian sungai bertanggul dengan lebar paling sedikit 5 (lima) meter
dari kaki tanggul sebelah luar;
2) daratan
sepanjang tepian sungai besar tidak bertanggul di luar kawasan permukiman
dengan lebar paling sedikit 100 (seratus) meter dari tepi sungai; dan
3) daratan
sepanjang tepian anak sungai tidak bertanggul di luar kawasan permukiman dengan
lebar paling sedikit 50 (lima puluh) meter dari tepi sungai.
t. Jalur
pengaman jalan, median jalan, rel kereta api, pipa gas dan
pedestrian
Jalur hijau
jalan adalah pepohonan, rerumputan, dan tanaman perdu yang ditanam pada
pinggiran jalur pergerakan di samping kirikanan jalan dan median jalan. RTH
jalur pengaman jalan terdiri dari RTH jalur pejalan kaki, taman pulo jalan yang
terletak di tengah persimpangan jalan, dan taman sudut jalan yang berada di
sisi persimpangan jalan. Median jalan adalah ruang yang disediakan pada bagian
tengah dari jalan untuk membagi jalan dalam masing-masing arah yang berfungsi
mengamankan ruang bebas samping jalur lalu lintas. Beberapa fungsi jalur hijau
jalan yaitu sebagai penyegar udara, peredam kebisingan, mengurangi pencemaran
polusi kendaraan, perlindungan bagi pejalan kaki dari hujan dan sengatan matahari,
pembentuk citra kota, dan mengurangi peningkatan suhu udara. Selain itu, akar
pepohonan dapat menyerap air hujan sebagai cadangan airtanah dan dapat
menetralisir limbah yang dihasilkan dari aktivitas perkotaan.
u. Kawasan dan
jalur hijau
Kawasan adalah
suatu area yang dimanfaatkan untuk kegiatan tertentu di wilayah perkotaan dan
memiliki fungsi utama lindung atau budidaya. RTH kawasan berbentuk suatu areal
dan non-linear dan RTH jalur memiliki bentuk koridor dan linear.
Jenis RTH berbentuk areal yaitu hutan (hutan kota, hutan lindung, dan hutan rekreasi),
taman, lapangan olah raga, kebun raya, kebun pembibitan, kawasan fungsional
(perdagangan, industri, permukiman, pertanian), kawasan khusus (hankam,
perlindungan tata air, dan plasma nutfah). Sedangkan RTH berbentuk jalur yaitu
koridor sungai, sempadan danau, sempadan pantai, tepi jalur jalan, tepi jalur
kereta, dan sabuk hijau.
v. Daerah
penyangga (buffer zone) lapangan udara
Daerah penyangga
adalah wilayah yang berfungsi untuk memelihara dua daerah atau lebih untuk
beberapa alasan. Salah satu jenis daerah penyangga adalah daerah penyangga
lapangan udara. Daerah penyangga ini berfungsi untuk peredam kebisingan,
melindungi lingkungan, menjaga area permukiman dan komersial di sekitarnya
apabila terjadi bencana, dan lainnya.
w. Taman atap (roof
garden)
Taman atap
adalah taman yang memanfaatkan atap atau teras rumah atau gedung sebagai lokasi
taman. Taman ini berfungsi untuk membuat pemandangan lebih asri, teduh, sebagai
insulator panas, menyerap gas polutan, mencegah radiasi ultraviolet dari
matahari langsung masuk ke dalam rumah, dan meredam kebisingan. Taman atap ini
juga mampu mendinginkan bangunan dan ruangan dibawahnya sehingga bisa lebih
menghemat energi seperti pengurangan pemakaian AC. Tanaman yang sesuai adalah
tanaman yang tidak terlalu besar dengan sistem perakaran yang mampu tumbuh pada
lahan terbatas, tahan hembusan angin, dan tidak memerlukan banyak air.
Taman atap
mempunyai dua fungsi, yaitu bersifat intensif, di mana kegiatan yang dilakukan
didalamnya aktif dan variatif serta menampung banyak orang. Fungsi yang kedua
bersifat ekstensif, yaitu mempunyai satu jenis kegiatan dan tidak melibatkan
banyak orang atau bahkan tidak diperuntukkan untuk kegiatan manusia. Taman atap
mempunyai pemandangan yang berbeda dengan taman konvensional.[5]
Kemudian, yang menjadi wewenang
perencanaan tata ruang wilayah kota dalam ruang terbuka hijau ditegaskan dalam
Pasal 28 berikut ini. Yaitu:
Ketentuan
perencanaan tata ruang wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25,
Pasal 26, dan Pasal 27 berlaku mutatis mutandis untuk perencanaan tata ruang
wilayah kota, dengan ketentuan selain rincian dalam Pasal 26 ayat (1)
ditambahkan:
a. rencana penyediaan dan
pemanfaatan ruang terbuka hijau;
b. rencana penyediaan dan
pemanfaatan ruang terbuka nonhijau; dan
c. rencana penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana
jaringan pejalan kaki, angkutan umum, kegiatan sektor informal, dan ruang
evakuasi bencana, yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi wilayah kota sebagai
pusat pelayanan sosial ekonomi dan pusat pertumbuha wilayah.
Penjelasan Pasal 28 Menyatakan bahwa: Pemberlakuan
secara mutatis-mutandis dimaksudkan bahwa ketentuan mengenai perencanaan tata
ruang wilayah kabupaten berlaku pula dalam perencanaan tata ruang wilayah kota.
Pengaturan tentang Ruang Terbuka Hijau ditegaskan dalam Pasal 29
berikut Ini. Yaitu:
(1) Ruang terbuka hijau
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a terdiri dari ruang terbuka hijau publik
dan ruang terbuka hijau privat.
(2) Proporsi ruang terbuka hijau
pada wilayah kota paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah kota.
(3) Proporsi ruang terbuka
hijau publik pada wilayah kota paling sedikit 20 (dua puluh) persen dari luas wilayah
kota.
Ditegaskan pula dalam penjelasan Pasal 29:
Ayat
(1)
Ruang
terbuka hijau publik merupakan ruang terbuka hijau yang dimiliki dan dikelola
oleh pemerintah daerah kota yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara
umum. Yang termasuk ruang terbuka hijau publik, antara lain, adalah taman kota,
taman pemakaman umum, dan jalur hijau sepanjang jalan, sungai, dan pantai. Yang
termasuk ruang terbuka hijau privat, antara lain, adalah kebun atau halaman
rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan.
Ayat
(2)
Proporsi
30 (tiga puluh) persen merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan
ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan system mikroklimat,
maupun sistem ekologis lain, yang selanjutnya akan meningkatkan ketersediaan
udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat meningkatkan
nilai estetika kota. Untuk lebih meningkatkan fungsi dan proporsi ruang terbuka
hijau di kota, pemerintah, masyarakat, dan swasta didorong untuk menanam
tumbuhan di atas bangunan gedung miliknya.
Ayat
(3)
Proporsi
ruang terbuka hijau publik seluas minimal 20 (dua puluh) persen yang disediakan
oleh pemerintah daerah kota dimaksudkan agar proporsi ruang terbuka hijau
minimal dapat lebih dijamin pencapaiannya sehingga memungkinkan pemanfaatannya
secara luas oleh masyarakat.
Ketentuan tentang ruang terbuka hijau public dan distribusi
ditegaskan dalam pasal 30 berikut ini:
Pasal 30
Distribusi ruang
terbuka hijau publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dan ayat (3) disesuaikan
dengan sebaran penduduk dan hierarki pelayanan dengan memperhatikan rencana
struktur dan pola ruang.
Sementara itu, ketentuan lebih lanjut
mengenai penyediaan dan pemanaatan ruang terbuka hijau ditegaskan dalam Pasal
31 berikut ini:
Ketentuan lebih
lanjut mengenai penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau dan ruang
terbuka nonhijau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a dan huruf b diatur
dengan peraturan Menteri.
Kemudian, berdasarkan atas Peraturan
Menteri Dalam Negeri No.1 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau
Kawasan Perkotaan, Penataan Ruang terbuka hijau kawasan perkotaan meliputi
kegiatan perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian.
Yang mana dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal
10, dan Pasal 11 dalam hal perencanaan menegaskan bahwa:
Pasal 8
(1)
RTHKP merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari rencana tata ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota.
(2)
RTHKP dituangkan dalam Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan dengan skala
petasekurang-kurangnya 1:5000.
Pasal 9
(1)
Luas ideal RTHKP minimal 20% dari luas
kawasan perkotaan.
(2)
Luas RTHKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup RTHKP publik dan privat.
(3) Luas RTHKP publik sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) penyediaannya menjadi tanggungjawab pemerintah kabupaten/kota yang
dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemampuan masing-masing daerah.
(4)
RTHKP privat sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) penyediaannya menjadi tanggung jawab pihak/lembaga swasta,
perseorangan dan masyarakat yang dikendalikan melalui izin pemanfaatan ruang
oleh Pemerintah Kabupaten/Kota, kecuali Provinsi DKI Jakarta oleh Pemerintah
Provinsi.
Pasal 10
(1)
Perencanaan pembangunan RTHKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) dan
ayat (4) melibatkan para pelaku pembangunan.
(2) Perencanaan pembangunan RTHKP memuat jenis,
lokasi, luas, target pencapaian luas, kebutuhan biaya, target waktu
pelaksanaan, dan disain teknis.
Pasal 11
(1)
Perencanaan pembangunan RTHKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dijabarkan
lebih lanjut dalam bentuk rencana pembangunan RTHKP dan ditetapkan dengan
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, kecuali Provinsi DKI Jakarta ditetapkan dengan
Peraturan Daerah Provinsi, dan untuk Pemerintah Aceh ditetapkan dengan Qanun
Aceh, serta untuk Pemerintah Kabupaten/Kota di Aceh ditetapkan dengan Qanun
Kabupaten/Kota.
(2) Perencanaan pembangunan RTHKP sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dituangkan ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Daerah (RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana
Kerja Pemerintah Daerah (RKPD).
Adapun yang menjadi kegiatan
pengembangan ruang terbuka hijau kota jangka pendek antara lain:
1. Reungsionalisasi
dan pengamanan jalur-jalur hijau alami, seperti di sepanjang tepian jalan raya,
jalan tol, saluran teknis irigasi, TPU, dll.
2. Mengisi
dan memelihara taman-taman kota yang sudah ada, sebaik-baiknya dan berdasarkaan
pada prinsip ungsi pokok RTH (indentiikasi dan Keindahan) Masing-masing lokasi,
3. Memberikan
ciri-ciri khusus pada tempat-tempat strategis, seperti bats-bats kota dan
alun-alun kota
4. Memotivasi
dan memberikan insentif secara material (subsidi) dan moral terhadap peran
serta masyarakat dalam pengembangan dan pemeliharaan Ruang terbuka hijau secara
optimal, baik melalui proses perencanaan kota, maupun gerakan-gerakan
penghijauan,
5. Memberikan
prasarana penunjang dalam pengembangan Ruang terbuka hijau, yaitu tenaga-tenaga
teknisi yang bisa menyampaikan konsep, ide serta pengalamannya dalam mengelola
RTH, misalnya pada acara penyelenggaraa
pelatihan dan pendidikan pada Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pusdiklat.[6]
Kemudian,
mengenai pemanfaatan ruang terbuka hijau ditegaskan dalam pasal 12 .
(1) Pemanfaatan RTHKP mencakup kegiatan
pembangunan baru, pemeliharaan, dan pengamanan ruang terbuka hijau.
(2)
Pemanfaatan RTHKP publik dikelola oleh
Pemerintah Daerah dengan melibatkan para pelaku pembangunan.
(3)
RTHKP publik tidak dapat
dialihfungsikan.
(4)
Pemanfaatan RTHKP publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dikerjasamakan
dengan pihak ketiga ataupun antar pemerintah daerah.
(5) Pemanfaatan RTHKP privat dikelola oleh
perseorangan atau lembaga/badan hukum sesuai dengan peraturan
perundangan-undangan.
(6)
Pemanfaatan RTHKP diperkaya dengan memasukkan berbagai kearifan lokal dalam
penataan ruang dan konstruksi bangunan taman yang mencerminkan budaya setempat.
Selanjutnya,
menurut Pasal 14, Pengendalian terhadap ruang terbuka hijau meliputi:
(1)
Lingkup pengendalian RTHKP meliputi:
a.
target pencapaian luas minimal;
b. fungsi dan manfaat;
c. luas
dan lokasi; dan
d.
kesesuaian spesifikasi konstruksi dengan desain teknis.
(2) Pengendalian RTHKP sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan melalui perizinan, pemantauan, pelaporan dan penertiban.
(3)
Penebangan pohon di areal RTHKP publik
dibatasi secara ketat dan harus seizin Kepala Daerah.
Adapun
bentuk pelaporan yang dapat dilakukan sehubungan dengan kegiatan ruang terbuka
hijau ditegaskan dalam Pasal 16:
(1)
Bupati/Walikota melaporkan kegiatan penataan RTHKP kepada Gubernur paling
sedikit 1 (satu) tahun sekali dan sewaktu-waktu apabila diperlukan.
(2)
Gubernur melaporkan kegiatan penataan RTHKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
kepada Menteri Dalam Negeri paling sedikit 1 (satu) tahun sekali dan
sewaktu-waktu apabila diperlukan.
Selanjutnya pembinaan dan pengawasan di
atur dalam Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19:
Pasal
17
(1)
Bupati/Walikota melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penataan RTHKP.
(2)
Gubernur mengkoordinasikan pembinaan dan pengawasan terhadap penataan RTHKP Kabupaten/Kota.
(3)
Gubernur DKI Jakarta melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penataan
RTHKP.
Pasal
18
Menteri Dalam Negeri mengkoordinasikan
pembinaan dan pengawasan terhadap penataan RTHKP secara nasional.
Pasal
19
(1) Gubernur dapat memberikan insentif kepada
Pemerintah Kabupaten/Kota yang berhasil dalam penataan RTHKP.
(2)
Bupati/Walikota dapat memberikan insentif kepada penyelenggara RTHKP privat
yang berhasil meningkatkan kualitas dan kuantitas sesuai dengan tujuan RTHKP.
(3) Gubernur DKI Jakarta dapat memberikan
insentif kepada penyelenggara RTHKP privat yang berhasil meningkatkan kualitas
dan kuantitas sesuai dengan tujuan RTHKP.
(4)
Mekanisme, kriteria, bentuk, jenis, dan tatacara pemberian insentif sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut oleh Kepala Daerah.
Selanjutnya, kalau kita bercermin
kepada kenyataan yang ada, maka secara jujur kita akan menemukan sangat lemhnya
peraturan yang mengatur tata ruang. Atau terkadang walau sudah ada aturan yang
mengatur, namun pihak pemerintah sendiri yang melakukan pelanggaran dengan
melakukan pembiaran. Salah satunya hal ini bisa terlihat jelas di UU Penataan
Ruang maupun di Peraturan menteri tentang penataan ruang terbuka hijau kawasan
perkotaan, pemerintah merencanakan tentang kawasan terbuka hijau, tetapi dari
segi pasal-pasal yang mengaturnya masih sangat sedikit, teutama dalam hal
pengelolaan,perizinan, pengawasan, dan sanksi. Dan jika persoalan ini pun
kemudian dilimpahkan kepada daerah, maka banyak peraturan daerah yang lemah
dalam pengaturan hal ini.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Wewenang Pemerintah
Daerah Provinsi dan Kabupaten/ Kota dalam Penataan Ruang.
Adapun yang menjadi wewenang Pemerintah
Daerah Provinsi dalam penataan ruang terdapat dalam UU No.26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang terdapat dalam Pasal 10, yang berbunyi:
4.
Wewenang pemerintah daerah provinsi
dalam penyelenggaraan penataan ruang meliputi:
e.
Pengaturan, pembinaan, dan pengawasan
terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi, dan kabupaten/kota, serta
terhadap pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis provinsi dan
kabupaten/kota.
f.
Pelaksanaan penataan ruang wilayah
provinsi
g.
Pelaksanaan penataan ruang kawasan
strategis provinsi, dan
h.
Kerja sama penataan ruang antarprovinsi
dan pemfasilitasan kerja sama penataan ruang antar kabupaten/kota.
5.
Wewenang pemerintah daerah provinsi
dalam pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b meliputi:
d.
Perencanaan tata ruang wilayah provinsi
e.
Pemanfaatan ruang wilayah provinsi, dan
f.Pengendalian
pemanfaatan ruang wilayah provinsi
6.
Dalam penataan ruang kawasan strategis
provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, pemerintah daerah provinsi
melaksanakan:
c.
Penetapan kawasan strategis provinsi
d.
Perencanaan tata ruang kawasan strategis
provinsi;
c. pemanfaatan ruang kawasan strategis provinsi; dan
d. pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis provinsi.
4. Pelaksanaan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan
ruang kawasan strategis provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dan
huruf d dapat dilaksanakan pemerintah daerah kabupaten/kota melalui tugas
pembantuan.
5. Dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang wilayah provinsi,
pemerintah daerah provinsi dapat menyusun petunjuk pelaksanaan bidang penataan
ruang pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
6 Dalam pelaksanaan
wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan
ayat (5), pemerintah daerah provinsi:
a. menyebarluaskan informasi yang berkaitan dengan:
1) rencana umum dan rencana rinci tata ruang dalam rangka
pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi;
2) arahan peraturan zonasi untuk system provinsi yang disusun
dalam rangka pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi; dan
3) petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang;
b. melaksanakan standar pelayanan minimal bidang penataan ruang.
Dalam hal pemerintah daerah provinsi tidak dapat memenuhi standard
pelayanan minimal bidang penataan ruang, Pemerintah mengambil langkah
penyelesaian sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Adapun wewenang Pemerintah Kabupaten/ Kota dalam penataan ruang
adalah sebagai berikut:
Pasal 11
(1)Wewenang pemerintah daerah
kabupaten/kota dalam penyelenggaraan penataan ruang meliputi:
a.
pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang
wilayah kabupaten/kota dan kawasan strategis kabupaten/kota;
b. pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota;
c. pelaksanaan penataan
ruang kawasan strategis kabupaten/kota; dan
d. kerja sama
penataan ruang antarkabupaten/ kota.
(2) Wewenang pemerintah
daerah kabupaten/kota dalam pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. perencanaan tata ruang wilayah kabupaten/ kota;
b.
pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota; dan
c.
pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota.
(3) Dalam
pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c, pemerintah daerah kabupaten/kota melaksanakan:
a. penetapan kawasan strategis
kabupaten/kota;
b. perencanaan tata ruang kawasan strategis kabupaten/kota;
c.
pemanfaatan ruang kawasan strategis kabupaten/kota; dan
d.
pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis kabupaten/kota.
(4) Dalam melaksanakan
kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), pemerintah daerah
kabupaten/kota mengacu pada pedoman bidang penataan ruang dan petunjuk
pelaksanaannya.
(5) Dalam pelaksanaan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), pemerintah daerah kabupaten/kota:
a. menyebarluaskan informasi yang
berkaitan dengan rencana umum dan rencana rinci tata ruang dalam rangka
pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota; dan
b. melaksanakan standar pelayanan
minimal bidang penataan ruang.
(6) Dalam hal pemerintah daerah kabupaten/kota tidak dapat
memenuhi standar pelayanan minimal bidang penataan ruang, pemerintah daerah
provinsi dapat mengambil langkah penyelesaian sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
2.
Wewenang Pemerintah
Daerah dalam Perencanaan Ruang Terbuka Hijau Dalam Rangka Penataan Ruang
Wilayah Kota.
Ditegaskan pula dalam penjelasan Pasal 29:
Ayat (1)
Ruang terbuka hijau publik merupakan ruang terbuka hijau yang dimiliki
dan dikelola oleh pemerintah daerah kota yang digunakan untuk kepentingan
masyarakat secara umum. Yang termasuk ruang terbuka hijau publik, antara lain,
adalah taman kota, taman pemakaman umum, dan jalur hijau sepanjang jalan,
sungai, dan pantai. Yang termasuk ruang terbuka hijau privat, antara lain,
adalah kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami
tumbuhan.
B.
Saran
Perlu
adanya perubahan dalam UU Penataan ruang, agar dapat tercipta tertib hukum yang
lebih baik dalam penataan ruang, karena persoalan masalah pengelolaan,
pengawasan, perizinan , belum diatur secara mendalam.
DAFTAR PUSTAKA
Hasni. Hukum Penataan Ruang dan Penatagunaan
Tanah. Jakarta. Rajawali Pers.
2008
Guritno Soejodibroto. Tata Ruang Dalam Pembangunan Kota
Yang Berkelanjutan. Jakarta: Asosiasi DPRD Kota Seluruh Indonesia. 2009
Makalah Ilmiah, Ruang Terbuka Hijau, Lap.
Perencanaan Lanskap Departemen Arsitektur Lanskap akultas Pertanian – IPB,
2005.
Philipus M. Hadjon.
Pengantar Hukum Administrasi Indonesia. Gajah Mada University Press. 2005.
Yogyakarta.
Philipus M. Hadjon. Tentang
Wewenang. Yuridika. Majalah Fakultas Hukum Universitas Airlangga No. 5
& 6 Tahun. September-Desember 1997.
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan
Ruang
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah
UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2008
tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di 22 Kawasan
Perkotaan
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 2007
tentang Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan
[1] Guritno Soejodibroto, Tata Ruang Dalam Pembangunan Kota Yang
Berkelanjutan, Jakarta: Asosiasi DPRD Kota Seluruh Indonesia, 2009
[2] Philipus
M. Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gajah Mada University
Press, 2005, Yogyakarta, hlm 70
[3]
Philipus M. Hadjon, Tentang Wewenang,
Yuridika, Majalah Fakultas Hukum Universitas Airlangga No. 5 & 6 Tahun,
September-Desember 1997, h.1
[4] Hasni,
Hukum Penataan Ruang dan Penatagunaan Tanah, Jakarta,Rajawali Pers,
2008,hal. 229-230
[5] Makalah
Ilmiah, Ruang Terbuka Hijau, Lap. Perencanaan Lanskap Departemen
Arsitektur Lanskap akultas Pertanian – IPB, 2005.
pemerintah berperan penting dalam melakukan wewenang sesuai apa yang terdapat pada aturan
BalasHapuspenataan ruang terbuka akan lebih bermanfaat dan bagus saat dijalankan dengan baik
BalasHapus