BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pekerjaan
merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia, sehingga semua
orang membutuhkan pekerjaan. Pekerjaan merupakan sumber penghasilan seseorang
dalam memenuhi kebutuhan hidup bagi dirinya sendiri dan keluarganya. Pekerjaan
juga merupakan sarana untuk mengaktualisasikan diri, sehingga seseorang merasa
hidupnya lebih berharga, baik bagi dirinya sendiri, keluarga, maupun
lingkungannya.
Makna
dan arti pekerjaan tercermin dalam Pasal 27 Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) yang memuat bahwa “Setiap Warga Negara Indonesia berhak
atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Berdasarkan
ketentuan tersebut dipahami bahwa setiap tenaga kerja dilindungi oleh UUD 1945
untuk mendapatkan hak-hak mereka atas pekerjaan dan perlindungan yang layak.
Sehubungan
dengan itu, adanya ketentuan peraturan perundang-undangan di Indonesia diliputi
oleh suatu maksud dan tujuan untuk melindungi tenaga kerja, yakni sebagai pihak
yang lebih lemah posisinya bila dibandingkan dengan posisi penguasa yang
memiliki kedudukan yang lebih kuat. Untuk menjaga keseimbangan kedudukan ini,
maka pemerintah melakukan berbagai upaya untuk memberikan perlindungan kepada
tenaga kerja, seperti dalam hal melalui peraturan perundang-undangan di bidang
ketenagakerjaan. Sesuai dengan itu, menurut Abdul Khakim bahwa:
Perlindungan tenaga kerja
semata-mata bertujuan untuk menjamin berlangsungnya sistem hubungan kerja
secara harmonis tanpa disertai adanya tekanan dari pihak yang kuat kepada pihak
yang lemah. Untuk itu pengusaha wajib melaksanakan ketentuan perlindungan
tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.[1]
Pernyataan
tersebut di atas sesuai dengan tujuan dilakukannya suatu perlindungan terhadap
tenaga kerja yang diatur dalam ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 Tentang Ketenagakerjaan yang menentukan bahwa pembangunan ketenagakerjaan
bertujuan untuk:
a.
Memberdayakan
dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi;
b.
Mewujudkan
pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan
kebutuhan pembangunan nasional dan daerah;
c.
Memberikan
perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan;
d.
Meningkatkan
kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.[2]
Sehubungan
dengan hal tersebut di atas, ketentuan Pasal 1 Angka (2) Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan memuat bahwa “Tenaga kerja adalah setiap
orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/ atau jasa,
baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat”.[3]
Menurut Ni Nyoman Sukerti bahwa:
Tenga kerja merupakan bagian dari
masyarakat yang ikut dalam proses pembangunan, khususnya di lapangan produksi.
Kesejahateraan tenaga kerja berupa jaminan perlindungan sosial menjadi faktor
penentu bagi maju mundurnya perusahaan dalam mencapai produktivitas yang
maksimal.[4]
H.R Abdussalam mengemukakan bahwa:
Untuk melindungi hak-hak tenaga
kerja guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya
keselamatan dan kesehatan kerja dalam bentuk penerapan manajemen keselamatan
setiap kegiatan yang berkaitan dengan tenaga kerja.[5]
Sedangkan Lalu Husni mengemukakan bahwa:
Perlidungan ini sebagai wujud
pengakuan terhadap hak-hak pekerja sebagai manusia yang harus diperlakukan
secara manusiawi dengan mempertimbangkan keterbatasan kemampuan fisiknya,
sehingga harus diberikan waktu yang cukup untuk beristirahat.[6]
Seiring
dengan perkembangan zaman, ketenagakerjaan merupakan masalah sosial yang tidak
henti-hentinya diperdebatkan, bahkan dari hari ke hari terus mengisi lembaran
perjalanan kehidupan di Negara Indonesia. Kasus-kasus ketenagakerjaan merembak
memenuhi penjuru tanah air. Seperti pemogokan tenaga kerja, pemutusan hubungan
kerja oleh perusahaan tanpa pesangon, penipuan calon-calon tenaga kerja dan
permasalahan Jaminan Sosial Tenaga kerja (JAMSOSTEK).
Sehubungan
dengan Jaminan Sosial Tenaga Kerja, ketentuan Pasal 1 Angka (1) Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja memuat bahwa:
Jaminan Sosial Tenaga Kerja
adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang
sebagai penggantian sebagian dari penghasilan
yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan
yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin,
hari tua, dan meninggal dunia.[7]
Berdasarkan dengan ketentuan tersebut di atas, dipahami
bahwa Jaminan Sosial Tenaga Kerja sangat penting bagi pekerja, bahkan apabila
pekerja tersebut memiliki resiko yang sangat besar yang mungkin dialami oleh
tenaga kerja. Lebih lanjut, Pasal 3 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang
Jaminan Sosial Tenaga Kerja menentukan, bahwa:
1.
Memberikan
perlindungan kepada tenaga kerja diselenggarakan program jaminan sosial tenaga
kerja yang pengelolaannya dapat dilaksanakan dengan mekanisme asuransi;
2.
Setiap
tenaga kerja berhak atas jaminan sosial
tenaga kerja.[8]
Berdasarkan ketentuan
tersebut, dipahami bahwa perlindungan berupa Jaminan Sosial Tenaga Kerja
merupakan hak dari setiap tenaga kerja. Dan dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992
ditegaskan bahwa
pengusaha dan tenaga kerja wajib ikut serta dalam
program jaminan sosial tenaga kerja.
Selanjutnya, Pasal 6
ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
memuat bahwa ruang lingkup program Jaminan Sosial Tenaga Kerja meliputi Jaminan
Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua, dan Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan. Sesuai dengan itu, di dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 3
Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja menyatakan, bahwa:
a.
Jaminan
Kecelakaan Kerja
Kecelakaan Kerja
maupun penyakit akibat kerja merupakan risiko yang dihadapi oleh tenaga kerja
yang melakukan pekerjaan. Untuk menanggulangi hilangnya sebagian atau seluruh
penghasilannya yang diakibatkan oleh kematian atau cacat karena kecelakaan
kerja,baik fisik maupun mental, maka perlu adanya jaminan kecelakaan kerja.
Mengingat gangguan mental akibat kecelakaan kerja sifatnya sangat relative
sehingga sulit ditetapkan derajat cacatnya, maka jaminan atau santunan hanya
diberikan dalam hal terjadinya cacat mental tetap yang mengakibtkan tenaga
kerja yangbersangkutan tidak bisa bekerja lagi.
b.
Jaminan
Kematian
Tenaga kerja
yang meniggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja akan mengakibatkan
terputusnya penghasilan dan sangat berpengaruh pada kehidupan social ekonomi
bagi keluarga yang ditinggalkan. Oleh karena itu, diperlukan Jaminan Kematian
dalam upaya meringankan beban keluarga baik dalam bentuk biaya pemakaman maupun
santunan berupa uang.
c.
Jaminan
Hari Tua
Hari tua dapat
mengakibatkan terputusnya upah karena tidak lagi mampu bekerja. Akibat
terputusnya upah tersebut dapat menimbulkan kerisauan bagi tenaga kerja dan
mempengaruhi ketenangan kerja sewaktu mereka masih bekerja, terutama bagi
mereka yang penghasilannya rendah. Jaminan hari tua memberikan kepastian
penerimaan penghasilan yang dibayarkan sekaligus dan/atau berkala pada saat
tenaga kerja mencapai usia 55 (lima puluh lima) Tahun atau memenuhi persyaratan
tertentu.
d.
Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan
Pemeliharaan
kesehatan dimaksudkan untuk menigkatkan produktivitas tenaga kerja sehinggaa
dapat melaksanakan tugas sebaik-baiknya dan merupakan upaya kesehatandi bidang
penyembuhan (Kuratif). Oleh karena upaya penyembuhan memerlukan dana yang tidak
sedikit dan memberatkan jika dibebankan kepada perorangan, maka sudah
selayaknya diupayakan penanggulangan kemampuan masyarakat melalui program
jaminan social tenaga kerja. Disamping itu, pengusaha tetap berkewajiban mengadakan
pemeliharaan kesehatan tenaga kerja yang meliputi upaya peningkatan (promotif),
pencegahan (preventif), penyembuhan (kuratif), dan pemulihan (rehabilitatif).
Dengan demikian, diharapkan tercapainya derajat kesehatan tenaga kerja yang
optimal sebagai potensi yang produktif bagi pembangunan, jaminan pemeliharaan
kesehatan selain itu untuk tenaga kerja yang bersangkutan juga untuk
keluarganya.[9]
Ini berarti
bahwa setiap buruh yang tertimpa kecelakaan kerja berhak atas jaminan
kecelakaan kerja, hal ini untuk menanggulangi hilangnya sebagian atau seluruh
penghasilannya yang diakibatkan oleh kecelakaan kerja baik fisik ataupun
mental. Selain itu jaminan kecelakaan kerja yang diberikan dalam bentuk uang
dan biaya pemeriksaan, biaya pengobatan dan perawatan serta biaya rehabilitasi.
Pasal 1 Ayat 6
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 menjelaskan bahwa: Kecelakaan kerja adalah
kecelakaan yang terjadi berhubungan dengan hubungan kerja demikian pula
kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat
kerja dan pulang ke rumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui.
Seperti dalam Pasal
9 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 menjelaskan bahwa jaminan kecelakaan kerja
sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 Ayat 1 meliputi:
a. Biaya pengangkutan,
b. Biaya pemeriksaan, pengobatan dan perawatan,
c. Biaya rehabilitasi,
d. Santunan berupa uang, yang meliputi:
1. santunan
sementara tidak mampu bekerja,
2. santunan
cacat sebagian untuk selama-lamanya,
3. santunan
cacat total untuk selama-lamanya baik fisik maupun mental.
4. santunan
kematian.
Upaya
perlindungan tenaga kerja tidak terlepas dari usaha perusahaan untuk
mengikutsertakan pekerja menjadi anggota jaminan sosial tenaga kerja yang
secara tidak langsung dapat menimbulkan perasaan aman dan tenteram bagi buruh
sehingga tidak mengganggu konsentrasi kerja mereka. Manfaat lain dari
perusahaan yang mengikutsertakan para tenaga kerja sebagai anggota Jamsostek
adalah dapat menumbuhkan motivasi tenaga kerja dalam bekerja sehingga
produktivitas kerja meningkat.
Bagi tenaga
kerja, apa yang dinamakan jaminan sosial tenaga kerja sangatlah diperlukan
untuk meningkatkan produktivitas kerja. Karena bisa dibayangkan apabila tenaga
kerja yang bekerja tanpa adanya suatu jaminan sosial diluar upah yang selama
ini mereka dapatkan maka secara tidak langsung berpengaruh terhadap semakin
melemahnya kinerja kerja para tenaga kerja. Oleh karena itu, memperbaiki dan
meningkatkan jaminan sosial tenaga kerja merupakan bagian terpenting dari salah
satu usaha pemerintah dan masyarakat disamping upah yang cukup serta syarat
kerja yang manusiawi, karenanya usaha untuk memperoleh jaminan sosial tenaga
kerja sering tidak dapat dilepaskan dari usaha perbaikan upah.
PT.
Jamsostek (Persero) yang ditunjuk sebagai satu-satunya badan penyelenggara sesuai dengan Pasal 1
Ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1995 Tentang Penetapan
Badan Penyelenggara Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja bertekad untuk selalu
menjadi badan penyelenggara yang siap, handal, dan terpercaya di Indonesia. Di
Propinsi Jambi memiliki 2 (dua) Kantor Pelayanan Jaminan Sosial Tenaga Kerja
yang berkedudukan di Kota Jambi untuk Kantor Cabang I dan berkedudukan di
Kabupaten Bungo untuk Kantor Cabang II.[10]
Adapun Jumlah Perusahaan yang Wajib Daftar dan terdaftar mengikuti Program
Jaminan Sosial Tenaga Kerja Di Provinsi Jambi dapat di lihat dibawah ini.
Tabel
1:
Jumlah
Perusahaan di Kabupaten/Kota yang Wajib Daftar Dan Terdaftar Mengikuti Program
Jaminan Sosial Tenaga Kerja Di Propinsi Jambi.
No
|
Kabupaten/Kota
|
Jumlah Perusahaan Wajib Daftar
|
Jumlah
Perusahan Terdaftar
|
1
|
Kota Jambi
|
1082
|
289
|
2
|
Batanghari
|
66
|
27
|
3
|
Sarolangun
|
160
|
39
|
4
|
Merangin
|
131
|
37
|
5
|
Bungo
|
160
|
139
|
6
|
Kerinci
|
99
|
19
|
7
|
Tebo
|
53
|
0
|
8
|
Muaro Jambi
|
119
|
0
|
9
|
Tanjung Jabung Barat
|
72
|
66
|
10
|
Tanjung Jabung Timur
|
25
|
15
|
JUMLAH
|
1974
|
633
|
Sumber: Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Provinsi Jambi
Sehubungan
dengan hal tersebut di atas, dengan jumlah perusahahaan yang terdaftar dalam
program Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang baru mencapai 32% dari jumlah Perusahaan
Wajib Daftar yang ada di Propinsi Jambi,
masih ditemui banyak klaim dari peserta Jaminan Sosial Tenaga Kerja mengenai
kualitas pelayanan Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang diberikan oleh PT.
Jamsostek bagi tenaga kerja di Propinsi Jambi. Hal ini dapat dilihat dari tabel
di bawah ini dari tahun 2002-2010.
Tabel 2:
Laporan
Pemberian Santunan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang Belum
Ditindaklanjuti
NO
|
TAHUN
|
LAPORAN
|
1
|
2002
|
1
|
2
|
2003
|
23
|
3
|
2004
|
34
|
4
|
2005
|
22
|
5
|
2006
|
39
|
6
|
2007
|
297
|
7
|
2008
|
255
|
8
|
2009
|
15
|
9
|
2010
|
14
|
JUMLAH
|
700
|
Sumber: Dinas Ketenagakerjaan dan
Transmigrasi Provinsi Jambi
Bertitik
tolak dari tabel tersebut, diketahui bahwa dari tahun 2002 sampai dengan tahun
2010 terdapat 700 (tujuh ratus) kasus yang belum ditindak lanjuti oleh pihak
Perusahaan Perseroan PT. Jamsostek. Hal ini sangatlah ironis, mengingat
hakekatnya Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Hari Tua, Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan dan Jaminan Kematian merupakan bagian dari Program Jaminan Sosial
Tenaga Kerja yang sesungguhnya merupakan salah satu program dalam usaha untuk
meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Tenaga kerja selalu menunaikan
kewajibannya untuk membayar semua biaya administrasi yang diharuskan oleh PT.
Jamsostek, akan tetapi, pada sisi lain tenaga kerja tidak mendapatkan hak-hak
sebagaimana mestinya.
Ketidakpedulian
perusahaan untuk mengikutsertakan pekerja pada program Jamsostek inilah yang
menjadi dasar atau alasan bagi penulis untuk menulis skripsi
dengan Judul “Fungsi Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Provinsi
Jambi dalam pelaksanaan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial
Tenaga Kerja”
B. Perumusan Masalah
Dari
uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Fungsi Dinas
Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Provinsi Jambi dalam pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja?
2. Kendala-kendala apa saja
yang dihadapi dalam pelaksanaan Undang Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang
Jaminan Sosial Tenaga Kerja dan upaya penyelesaiannya?
C.
Tujuan
dan Manfaat Penelitian
1.
Tujuan Penelitian
a.
Untuk mengetahui sejauh mana fungsi
Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Provinsi Jambi dalam pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
b.
Untuk mengetahui kendala-kendala apa saja yang dihadapi dalam
pelaksanaan Undang Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga
Kerja dan upaya penyelesaiannya.
2.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian pada skripsi ini adalah:
a.
Dari segi Akademis, Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat
bagi pengembangan ilmu pengetahuan hukum secara umum dan secara khusus,
terutama yang berkaitan dengan hukum ketenagakerjaan.
b.
Secara praktis, hasil penelitian ini dapat berguna bagi masyarakat luas secara keseluruhan
dan penulis dalam rangka meningkatkan pengetahuan mengenai praktek
keikutsertaan perusahaan ke dalam program Jaminan Sosial Tenaga Kerja
(Jamsostek) di lapangan dan dapat digunakan sebagai masukan bagi Dinas Ketenagakerjaan
Propinsi Jambi dalam menagggapi masalah keikutsertaan perusahaan ke dalam
program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek).
D. Kerangka Konseptual
Guna menghindari salah penafsiran istilah-istilah
yang digunakan dalam judul skripsi ini, maka penulis memberi penjelasan sebagai
berikut:
1.
Pelaksanaan
Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia adalah proses, cara, perbuatan melaksanakan/rancangan,
keputusan dsb.[11]
2.
Undang-Undang
Dalam
ilmu hukum pengertian undang-undang biasanya terbagi atas dua, yaitu
undang-undang dalam arti materiil dan undang-undang dalam arti formal.
Undang-undang dalam arti materiil adalah setiap keputusan tertulis yang
dikeluarkan pejabat berwenang yang berisi aturan tingkah laku yang bersifat
atau mengikat secara umum. Undang-undang dalam arti formal adalah setiap
peraturan perumdang-undangan yang dibentuk oleh alat kelengkapan negara yang
berwenang melalui tata cara dan prosedur yang berlaku.[12]
3.
Jaminan
Sosial Tenaga Kerja
Dalam Pasal 1
angka (1) UU Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja memuat
bahwa Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah suatu
perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai
pengganti sebagian dan penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan
sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan
kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia. Jaminan sosial
tenaga kerja adalah perlindungan hukum.[13]
E. Kerangka Teoritis
Pada
dasarnya, hukum perburuhan itu
dikenal sekarang sebagai hukum ketenagakerjaan mengatur hubungan antara buruh
dan majikan atau dengan kata lain
mengatur hubungan antara tenaga kerja dengan perusahaan tempat mereka bekerja.
Menurut Imam Soepomo, Hubungan kerja adalah
“suatu hubungan antara seorang
buruh dengan seorang majikan. Hubungan kerja menunjukkan kedua pihak itu yang
pada dasarnya menggambarkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban buruh terhadap
majikan serta hak-hak dan kewajiban-kewajiban majikkan terhadap buruh.” [14]
Hukum
ketenagakerjaan bertujuan untuk melindungi buruh (tenaga kerja) yaitu pihak
yang lebih lemah ekonominya terhadap majikan (pengusaha), yaitu pihak yang
lebih kuat ekonominya dan lebih kuat posisinya. Selain itu juga karena,
“Pekerja bukanlah merupakan objek ataupun faktor produksi, tetapi sebagai
subyek, yaitu sebagai pelaku dalam proses produksi dengan segala harkat dan
martabatnya.”[15]
Dalam
bukunya, Abdul Khakim menyatakan
pengertian buruh/pegawai adalah:
1.
Bekerja
pada atau untuk majikan/perusahaan
2.
Imbalan
kerjanya di bayar oleh majikan/perusahaan.
3.
Secara
resmi terang-terangan dan kontiniu mengadakan hubungan kerja dengan
majikan/perusahaan baik untuk waktu tertentu maupun untuk jangka waktu tidak
tertentu lamanya.[16]
Menurut
Soepomo dalam Abdul Khakim ada tiga jenis perlindungan tenaga kerja, antara lain:
a.
Perlindungan
ekonomis
Yaitu perlindungan tenaga kerja dalam
bentuk penghasilan yang cukup, termasuk bila tenaga kerja tidak mampu bekerja
diluar kehendaknya.
b.
Perlindungan
Sosial
Yaitu perlindungan tenaga kerja dalam
bentuk jaminan kesehatan kerja, dan kebebasan berserikat dan perlindungan hak
untuk berorganisasi
c.
Perlindungan
teknis
Perlindungan tenaga kerja dalam bentuk
keamanan dan keselamatan kerja.[17]
Perlindungan hukum bagi
tenaga kerja sangat diperlukan mengingat kedudukan yang lemah. Disebutkan oleh Zainal Asikin, Yaitu:
“Perlindungan hukum
dari kekuasaan majikan telaksana apabila peraturan perundang-undangan dalam
bidang perburuhan yang mengharuskan atau memaksa majikan bertindak seperti
dalam perundang-undangan tersebut benar-benar dilaksanakan semua pihak karena
keberlakuan hukum tidak dapat diukur secara yuridis saja, tetapi diukur secara
sosiologis dan filosofis.”[18]
Perlindungan
hukum dapat terlaksana apabila adanya penegakan hukum. Secara konsepsional,
inti dan arti penegakan hukum menurut Soerjono
Soekanto adalah “terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai
yang terjabarkan dalaam kaidah-kaidah yang mantap dan mengejawantah dan sikap
tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan,
memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup”[19].
Dalam
rangka perlindungan kerja, setiap pekerja dan keluarganya berhak untuk
memperoleh jaminan sosial tenaga kerja. Hal ini secara tegas termuat dalam
Pasal 99 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan. Jaminan Sosial dalam
bahasa Inggrisnya disebut dengan istilah Social
Security. Istilah ini untuk pertama kalinya dipakai secara resmi oleh
Amerika Serikat dalam suatu Undang-Undang yang bernama The Social Security Act Of 1935. Kemudian dipakai secara resmi
dipakai oleh ILO (International Labour
Organization). Menurut ILO “Social
Security pada prinsipnya adalah sistem perlindungan yang diberikan oleh
masyarakat untuk para warganya, melalui berbagai usaha dalam menghadapi
risiko-risiko ekonomi atau sosial yang dapat mengakibatkan terhentinya/sangat
berkurangnya penghasilan”.[20]
Program
Jaminan sosial Tenaga Kerja mempunyai beberapa aspek antara lain:
1. Memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi
kebutuhan hidup minimal bagi tenaga kerja beserta keluarganya;
2. Merupakan penghargaan kepada tenaga kerja yang
telah menyumbangkan tenaga dan pikirannya kepada perusahaan tempatnya bekerja.[21]
Selanjutnya,
menurut Soerjono Soekanto ada 5
faktor yang mempengaruhi penegakan hukum, yaitu:
1.
Faktor
hukumnya sendiri,
2.
Faktor
penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membuat dan menerapkan hukum tersebut,
3.
Faktor
sarana dan prasarana yang mendukung penegakkan hukum
4.
Faktor
Masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku dan diterapkan
5.
Faktor
kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, rasa yang didasarkan pada manusia
di dalam pergaulan sendiri.[22]
Berdasarkan
uraian diatas, agar pelaksanaan perlindungan hukum peserta jaminan sosial
tenaga kerja dapat berjalan lancar maka faktor-faktor tersebut perlu
diperhatikan.
F.
Metode
Penelitian
1.
Bentuk Penelitian
Bentuk
penelitian ini adalah yuridis emipiris. Yaitu dengan mengindentifikasi
Peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam rangka Fungsi Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Provinsi
Jambi dalam Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang
Jaminan Sosial Tenaga Kerja di Propinsi Jambi, dan kendala-kendala serta upaya
apa saja untuk mengatasi kendala tersebut dalam rangka pelaksanaan
Undang-Undang ini.
2.
Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi
yang digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah spesifikasi penelitian yang
bersifat deskriptif, yaitu suatu penulisan yang menggambarkan dan diuraikan
tentang pelaksanaan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial
Tenaga Kerja di Propinsi Jambi, dan kendala-kendala serta upaya apa saja untuk
mengatasi kendala tersebut dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang tersebut.
3.
Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di
Wilayah Hukum Jambi. Tepatnya di Perusahaan Perseroan PT. Jamsostek Cabang I
Propinsi Jambi, dan Kantor Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Propinsi
Jambi
4.
Tata Cara Pengambilan Populasi dan
Sampel Penelitian
Populasi
penelitian adalah kumpulan peristiwa hukum dengan subyek pelakunya yang
memenuhi syarat-syarat tertentu yang berkaitan dengan masalah penelitian berupa
keseluruhan jumlah yang melakukan kegiatan pada obyek penelitian. Populasi
dalam penelitian ini adalah staf bagian kepersetaan perusahaan dalam Jamsostek
di seluruh Indonesia dan semua bagian atau staf bagian kepesertaan perusahaan
ke dalam program Jamsostek di Dinas Ketenagakerjaan serta pihak tenaga kerja
yang ada pada perusahaan yang sudah ikut serta dan pihak tenaga kerja dari
perusahaan yang belum ikut serta dalam program jaminan sosial tenaga kerja.
Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan Purposive sampling yaitu
dengan cara mengambil subjek didasarkan pada tujuan penelitian. Dalam purposive
sample, besarnya ukuran sampel tidak dipersoalkan. Sampel yang diambil
hanya hanya sesuai dengan tujuan penelitian. Dengan kata lain, sampel yang
dihubungi adalah sampel yang sesuai dengan kriteria tertentu yang ditetapkan berdasarkan
tujuan penelitian. Sampel dalam penelitian ini sesuai dengan metode purposive
sample, adapun sampel yang diambil adalah sebagai berikut :
1.
1
orang Staf bagian Pemasaran PT. Jamsostek Cabang I Provinsi Jambi.
2.
Kepala
Bidang pengawas dari Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Propinsi Jambi
3.
25
orang tenaga kerja yang terdaftar Program Jamsostek
4.
25
orang tenaga kerja wajib daftar yang tidak terdafar dalam Progrm Jamsostek
5.
Sumber Data
Sumber
data yang diperlukan dalam penelitian ini berupa:
1.
Data Primer
Data
primer diperoleh langsung dari lapangan melalui wawancara dan angket dengan
responden.
2.
Data Sekunder
a.
Bahan Hukum primer, yaitu mengumpulkan
dan mempelajari berbagai peraturan Perundang-undangan yang terkait dengan
skripsi ini.
b.
Bahan hukum sekunder yaitu dengan mempelajari literatur dan dokumen yang ada
hubungan dengan masalah yang diteliti.
6.
Tekhnik Pengumpulan Data
Tekhnik pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu cara wawancara langsung kepada para pihak
dengan melakukan tanya jawab secara terbuka kepada yaitu Pejabat Dinas
Ketenagakerjaan, Staf Bagian Pemasaran PT. Jamsostek dan kepada tenaga kerja
dengan angket yang dijadikan sampel responden.
7.
Analisis
Data
Analisis
data yang digunakan adalah analisis kualitatif, yaitu dengan meneliti dan
menganalisis data-data yang diperoleh hingga ditarik kesimpulan dalam bentuk
pernyataan. Selanjutnya data yang berhasil dikumpulkan dann dianalisis melalui
pola pikir deduktif, yaitu menarik kesimpulan umum ke khusus.
[1] Abdul Khakim, Dasar-Dasar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia,
Citra Aditya Bakti, Bandung, 2009, hlm.105
[2]
Tim Redaksi
Pustaka Yustisia, Kompilasi Hukum
Ketenagakerjaan dan Jamsostek, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2010, hlm.12
[4]Ni Nyoman Sukerti dan Ni Putu
Purwanti, Pelaksanaan Sistem Pengupahan
Terhadap Tenaga Kerja Wanita Pada Perusahaan Pemborongan di Denpasar, www. Hukum_online@opini.co.id, di unduh tanggal 3 Maret 2011
[5]H. R. Abdussalam, Hukum
Ketenagakerjaan (Hukum Perburuhan) Yang telah
direvisi, Cetakan Ketiga, Restu Agung, Jakarta, 2009, hlm.191.
[6]Lalu Husni, Pengantar: Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Edisi revisi, Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hlm.113.
[7] Tim Redaksi Pustaka Yustisia,
Op.Cit, hlm.364
[8] Tim Redaksi Pustaka Yustisia,
Op.Cit, hlm.365
[9] Tim Redaksi Pustaka Yustisia,
Op.Cit, hlm.374-375
[10] Wawancara dengan Ariansyah,
staff Pemasaran PT. Jamsostek, PT.
Jamsostek Cabang I Prvinsi Jambi, tanggal 22 Juli 2011
[11] Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 2005, hlm.1210
[12] Dudu Duswara Macmudin, Pengantar Ilmu Hukum Sebuah Sktesa, PT
Refika Aditama, Bandung, 2001, hlm. 80-81
[13] Abdul Rachmad Budiono, Hukum Perburuhan, Indeks, Jakarta Barat,
2011, hlm. 168
[14] Imam Soepomo, Hukum Perburuhan Bidang Hubungan Kerja,
Karya Unipress, Jakarta, 2001, hlm 1.
[15] F.X.Djumiadji, Perjanjian Kerja, Edisi Revisi, Sinar
Grafika, Jakarta, 1994, hlm.4
[16] Abdul Khakim, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003, Edisi Revisi, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007, hlm 3.
[17] Ibid, hlm 106
[18] Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi,
Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hlm 10
[19] Rahayu Hartini, Aspek Hukum Bisnis, UMM Press, Malang,
2007, hlm 7-8.
[20] Zainal Asikin, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2006, hlm 98-99
[21] Imam Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, Djambatan, Jakarta,
1999, Hlm 199-200
[22]Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang mempengaruhi Penegakan
Hukum, Raja Grafindo Pustaka, Jakarta, 2005, hlm.8
Tidak ada komentar:
Posting Komentar