Halaman

AWALI AKTIFITAS MU DENGAN BACAAN BASMALAH

Selasa, 03 Juli 2012

“Fungsi Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Provinsi Jambi dalam pelaksanaan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja”


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Pekerjaan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia, sehingga semua orang membutuhkan pekerjaan. Pekerjaan merupakan sumber penghasilan seseorang dalam memenuhi kebutuhan hidup bagi dirinya sendiri dan keluarganya. Pekerjaan juga merupakan sarana untuk mengaktualisasikan diri, sehingga seseorang merasa hidupnya lebih berharga, baik bagi dirinya sendiri, keluarga, maupun lingkungannya.
Makna dan arti pekerjaan tercermin dalam Pasal 27 Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) yang memuat  bahwa “Setiap Warga Negara Indonesia berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Berdasarkan ketentuan tersebut dipahami bahwa setiap tenaga kerja dilindungi oleh UUD 1945 untuk mendapatkan hak-hak mereka atas pekerjaan dan perlindungan yang layak.
Sehubungan dengan itu, adanya ketentuan peraturan perundang-undangan di Indonesia diliputi oleh suatu maksud dan tujuan untuk melindungi tenaga kerja, yakni sebagai pihak yang lebih lemah posisinya bila dibandingkan dengan posisi penguasa yang memiliki kedudukan yang lebih kuat. Untuk menjaga keseimbangan kedudukan ini, maka pemerintah melakukan berbagai upaya untuk memberikan perlindungan kepada tenaga kerja, seperti dalam hal melalui peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan. Sesuai dengan itu, menurut Abdul Khakim bahwa:
Perlindungan tenaga kerja semata-mata bertujuan untuk menjamin berlangsungnya sistem hubungan kerja secara harmonis tanpa disertai adanya tekanan dari pihak yang kuat kepada pihak yang lemah. Untuk itu pengusaha wajib melaksanakan ketentuan perlindungan tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.[1]

Pernyataan tersebut di atas sesuai dengan tujuan dilakukannya suatu perlindungan terhadap tenaga kerja yang diatur dalam ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang menentukan bahwa pembangunan ketenagakerjaan bertujuan untuk:
a.       Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi;
b.      Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah;
c.       Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan;
d.      Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.[2]

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, ketentuan Pasal 1 Angka (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan memuat bahwa “Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/ atau jasa, baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat”.[3] Menurut Ni Nyoman Sukerti bahwa:
Tenga kerja merupakan bagian dari masyarakat yang ikut dalam proses pembangunan, khususnya di lapangan produksi. Kesejahateraan tenaga kerja berupa jaminan perlindungan sosial menjadi faktor penentu bagi maju mundurnya perusahaan dalam mencapai produktivitas yang maksimal.[4]

H.R Abdussalam mengemukakan bahwa:
Untuk melindungi hak-hak tenaga kerja guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja dalam bentuk penerapan manajemen keselamatan setiap kegiatan yang berkaitan dengan tenaga kerja.[5]

Sedangkan Lalu Husni mengemukakan bahwa:
Perlidungan ini sebagai wujud pengakuan terhadap hak-hak pekerja sebagai manusia yang harus diperlakukan secara manusiawi dengan mempertimbangkan keterbatasan kemampuan fisiknya, sehingga harus diberikan waktu yang cukup untuk beristirahat.[6]

Seiring dengan perkembangan zaman, ketenagakerjaan merupakan masalah sosial yang tidak henti-hentinya diperdebatkan, bahkan dari hari ke hari terus mengisi lembaran perjalanan kehidupan di Negara Indonesia. Kasus-kasus ketenagakerjaan merembak memenuhi penjuru tanah air. Seperti pemogokan tenaga kerja, pemutusan hubungan kerja oleh perusahaan tanpa pesangon, penipuan calon-calon tenaga kerja dan permasalahan Jaminan Sosial Tenaga kerja (JAMSOSTEK).
Sehubungan dengan Jaminan Sosial Tenaga Kerja, ketentuan Pasal 1 Angka (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja memuat bahwa:
Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai penggantian sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua, dan meninggal dunia.[7]

            Berdasarkan dengan ketentuan tersebut di atas, dipahami bahwa Jaminan Sosial Tenaga Kerja sangat penting bagi pekerja, bahkan apabila pekerja tersebut memiliki resiko yang sangat besar yang mungkin dialami oleh tenaga kerja. Lebih lanjut, Pasal 3 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja menentukan, bahwa:
1.        Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja diselenggarakan program jaminan sosial tenaga kerja yang pengelolaannya dapat dilaksanakan dengan mekanisme asuransi;
2.        Setiap tenaga kerja  berhak atas jaminan sosial tenaga kerja.[8]
Berdasarkan ketentuan tersebut, dipahami bahwa perlindungan berupa Jaminan Sosial Tenaga Kerja merupakan hak dari setiap tenaga kerja. Dan dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 ditegaskan bahwa
pengusaha dan tenaga kerja wajib ikut serta dalam program jaminan sosial tenaga kerja.
Selanjutnya, Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja memuat bahwa ruang lingkup program Jaminan Sosial Tenaga Kerja meliputi Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua, dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan. Sesuai dengan itu, di dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja menyatakan, bahwa:
a.         Jaminan Kecelakaan Kerja
Kecelakaan Kerja maupun penyakit akibat kerja merupakan risiko yang dihadapi oleh tenaga kerja yang melakukan pekerjaan. Untuk menanggulangi hilangnya sebagian atau seluruh penghasilannya yang diakibatkan oleh kematian atau cacat karena kecelakaan kerja,baik fisik maupun mental, maka perlu adanya jaminan kecelakaan kerja. Mengingat gangguan mental akibat kecelakaan kerja sifatnya sangat relative sehingga sulit ditetapkan derajat cacatnya, maka jaminan atau santunan hanya diberikan dalam hal terjadinya cacat mental tetap yang mengakibtkan tenaga kerja yangbersangkutan tidak bisa bekerja lagi.
b.        Jaminan Kematian
Tenaga kerja yang meniggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja akan mengakibatkan terputusnya penghasilan dan sangat berpengaruh pada kehidupan social ekonomi bagi keluarga yang ditinggalkan. Oleh karena itu, diperlukan Jaminan Kematian dalam upaya meringankan beban keluarga baik dalam bentuk biaya pemakaman maupun santunan berupa uang.
c.         Jaminan Hari Tua
Hari tua dapat mengakibatkan terputusnya upah karena tidak lagi mampu bekerja. Akibat terputusnya upah tersebut dapat menimbulkan kerisauan bagi tenaga kerja dan mempengaruhi ketenangan kerja sewaktu mereka masih bekerja, terutama bagi mereka yang penghasilannya rendah. Jaminan hari tua memberikan kepastian penerimaan penghasilan yang dibayarkan sekaligus dan/atau berkala pada saat tenaga kerja mencapai usia 55 (lima puluh lima) Tahun atau memenuhi persyaratan tertentu.
d.        Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Pemeliharaan kesehatan dimaksudkan untuk menigkatkan produktivitas tenaga kerja sehinggaa dapat melaksanakan tugas sebaik-baiknya dan merupakan upaya kesehatandi bidang penyembuhan (Kuratif). Oleh karena upaya penyembuhan memerlukan dana yang tidak sedikit dan memberatkan jika dibebankan kepada perorangan, maka sudah selayaknya diupayakan penanggulangan kemampuan masyarakat melalui program jaminan social tenaga kerja. Disamping itu, pengusaha tetap berkewajiban mengadakan pemeliharaan kesehatan tenaga kerja yang meliputi upaya peningkatan (promotif), pencegahan (preventif), penyembuhan (kuratif), dan pemulihan (rehabilitatif). Dengan demikian, diharapkan tercapainya derajat kesehatan tenaga kerja yang optimal sebagai potensi yang produktif bagi pembangunan, jaminan pemeliharaan kesehatan selain itu untuk tenaga kerja yang bersangkutan juga untuk keluarganya.[9]

Ini berarti bahwa setiap buruh yang tertimpa kecelakaan kerja berhak atas jaminan kecelakaan kerja, hal ini untuk menanggulangi hilangnya sebagian atau seluruh penghasilannya yang diakibatkan oleh kecelakaan kerja baik fisik ataupun mental. Selain itu jaminan kecelakaan kerja yang diberikan dalam bentuk uang dan biaya pemeriksaan, biaya pengobatan dan perawatan serta biaya rehabilitasi.
Pasal 1 Ayat 6 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 menjelaskan bahwa: Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubungan dengan hubungan kerja demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja dan pulang ke rumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui.
Seperti dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 menjelaskan bahwa jaminan kecelakaan kerja sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 Ayat 1 meliputi:
a. Biaya pengangkutan,
b. Biaya pemeriksaan, pengobatan dan perawatan,
c. Biaya rehabilitasi,
d. Santunan berupa uang, yang meliputi:
1. santunan sementara tidak mampu bekerja,
2. santunan cacat sebagian untuk selama-lamanya,
3.  santunan cacat total untuk selama-lamanya baik fisik maupun mental.
4. santunan kematian.
Upaya perlindungan tenaga kerja tidak terlepas dari usaha perusahaan untuk mengikutsertakan pekerja menjadi anggota jaminan sosial tenaga kerja yang secara tidak langsung dapat menimbulkan perasaan aman dan tenteram bagi buruh sehingga tidak mengganggu konsentrasi kerja mereka. Manfaat lain dari perusahaan yang mengikutsertakan para tenaga kerja sebagai anggota Jamsostek adalah dapat menumbuhkan motivasi tenaga kerja dalam bekerja sehingga produktivitas kerja meningkat.
Bagi tenaga kerja, apa yang dinamakan jaminan sosial tenaga kerja sangatlah diperlukan untuk meningkatkan produktivitas kerja. Karena bisa dibayangkan apabila tenaga kerja yang bekerja tanpa adanya suatu jaminan sosial diluar upah yang selama ini mereka dapatkan maka secara tidak langsung berpengaruh terhadap semakin melemahnya kinerja kerja para tenaga kerja. Oleh karena itu, memperbaiki dan meningkatkan jaminan sosial tenaga kerja merupakan bagian terpenting dari salah satu usaha pemerintah dan masyarakat disamping upah yang cukup serta syarat kerja yang manusiawi, karenanya usaha untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja sering tidak dapat dilepaskan dari usaha perbaikan upah.
PT. Jamsostek (Persero) yang ditunjuk sebagai satu-satunya  badan penyelenggara sesuai dengan Pasal 1 Ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1995 Tentang Penetapan Badan Penyelenggara Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja bertekad untuk selalu menjadi badan penyelenggara yang siap, handal, dan terpercaya di Indonesia. Di Propinsi Jambi memiliki 2 (dua) Kantor Pelayanan Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang berkedudukan di Kota Jambi untuk Kantor Cabang I dan berkedudukan di Kabupaten Bungo untuk Kantor Cabang II.[10] Adapun Jumlah Perusahaan yang Wajib Daftar dan terdaftar mengikuti Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja Di Provinsi Jambi dapat di lihat dibawah ini.
Tabel 1:
Jumlah Perusahaan di Kabupaten/Kota yang Wajib Daftar Dan Terdaftar Mengikuti Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja Di Propinsi Jambi.

No
Kabupaten/Kota
Jumlah Perusahaan Wajib Daftar
Jumlah Perusahan Terdaftar
1
Kota Jambi
1082
289
2
Batanghari
66
27
3
Sarolangun
160
39
4
Merangin
131
37
5
Bungo
160
139
6
Kerinci
99
19
7
Tebo
53
0
8
Muaro Jambi
119
0
9
Tanjung Jabung Barat
72
66
10
Tanjung Jabung Timur
25
15
JUMLAH
1974
633
     Sumber: Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Provinsi Jambi
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, dengan jumlah perusahahaan yang terdaftar dalam program Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang baru mencapai 32% dari jumlah Perusahaan Wajib Daftar  yang ada di Propinsi Jambi, masih ditemui banyak klaim dari peserta Jaminan Sosial Tenaga Kerja mengenai kualitas pelayanan Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang diberikan oleh PT. Jamsostek bagi tenaga kerja di Propinsi Jambi. Hal ini dapat dilihat dari tabel di bawah ini dari tahun 2002-2010.
Tabel 2:
Laporan Pemberian Santunan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang Belum Ditindaklanjuti

NO
TAHUN
LAPORAN
1
2002
1
2
2003
23
3
2004
34
4
2005
22
5
2006
39
6
2007
297
7
2008
255
8
2009
15
9
2010
14
JUMLAH
700
Sumber: Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Provinsi Jambi
Bertitik tolak dari tabel tersebut, diketahui bahwa dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2010 terdapat 700 (tujuh ratus) kasus yang belum ditindak lanjuti oleh pihak Perusahaan Perseroan PT. Jamsostek. Hal ini sangatlah ironis, mengingat hakekatnya Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Hari Tua, Jaminan Pemeliharaan Kesehatan dan Jaminan Kematian merupakan bagian dari Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang sesungguhnya merupakan salah satu program dalam usaha untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Tenaga kerja selalu menunaikan kewajibannya untuk membayar semua biaya administrasi yang diharuskan oleh PT. Jamsostek, akan tetapi, pada sisi lain tenaga kerja tidak mendapatkan hak-hak sebagaimana mestinya.
Ketidakpedulian perusahaan untuk mengikutsertakan pekerja pada program Jamsostek inilah yang menjadi dasar atau alasan bagi penulis untuk menulis skripsi dengan Judul Fungsi Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Provinsi Jambi dalam pelaksanaan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja

B.       Perumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Fungsi Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Provinsi Jambi dalam pelaksanaan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja?
2. Kendala-kendala apa saja yang dihadapi dalam pelaksanaan Undang Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja dan upaya penyelesaiannya?
C.      Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.    Tujuan Penelitian
a.         Untuk mengetahui sejauh mana fungsi Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Provinsi Jambi dalam pelaksanaan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
b.      Untuk mengetahui kendala-kendala apa saja yang dihadapi dalam pelaksanaan Undang Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja dan upaya penyelesaiannya.
2. Manfaat Penelitian
 Manfaat penelitian pada skripsi ini adalah:
a.       Dari segi Akademis, Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan hukum secara umum dan secara khusus, terutama yang berkaitan dengan hukum ketenagakerjaan.
b.      Secara praktis, hasil penelitian ini dapat berguna bagi masyarakat luas secara keseluruhan dan penulis dalam rangka meningkatkan pengetahuan mengenai praktek keikutsertaan perusahaan ke dalam program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) di lapangan dan dapat digunakan sebagai masukan bagi Dinas Ketenagakerjaan Propinsi Jambi dalam menagggapi masalah keikutsertaan perusahaan ke dalam program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek).

D.    Kerangka Konseptual
Guna menghindari salah penafsiran istilah-istilah yang digunakan dalam judul skripsi ini, maka penulis memberi penjelasan sebagai berikut:
1.                   Pelaksanaan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah proses, cara, perbuatan melaksanakan/rancangan, keputusan dsb.[11]
2.             Undang-Undang
            Dalam ilmu hukum pengertian undang-undang biasanya terbagi atas dua, yaitu undang-undang dalam arti materiil dan undang-undang dalam arti formal. Undang-undang dalam arti materiil adalah setiap keputusan tertulis yang dikeluarkan pejabat berwenang yang berisi aturan tingkah laku yang bersifat atau mengikat secara umum. Undang-undang dalam arti formal adalah setiap peraturan perumdang-undangan yang dibentuk oleh alat kelengkapan negara yang berwenang melalui tata cara dan prosedur yang berlaku.[12]
3.                  Jaminan Sosial Tenaga Kerja

Dalam Pasal 1 angka (1) UU Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja memuat bahwa Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dan penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia. Jaminan sosial tenaga kerja adalah perlindungan hukum.[13]

E.       Kerangka Teoritis
Pada dasarnya, hukum perburuhan itu dikenal sekarang sebagai hukum ketenagakerjaan mengatur hubungan antara buruh dan majikan atau dengan kata lain mengatur hubungan antara tenaga kerja dengan perusahaan tempat mereka bekerja.
Menurut Imam Soepomo, Hubungan kerja adalah
“suatu hubungan antara seorang buruh dengan seorang majikan. Hubungan kerja menunjukkan kedua pihak itu yang pada dasarnya menggambarkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban buruh terhadap majikan serta hak-hak dan kewajiban-kewajiban majikkan terhadap buruh.” [14]

Hukum ketenagakerjaan bertujuan untuk melindungi buruh (tenaga kerja) yaitu pihak yang lebih lemah ekonominya terhadap majikan (pengusaha), yaitu pihak yang lebih kuat ekonominya dan lebih kuat posisinya. Selain itu juga karena, “Pekerja bukanlah merupakan objek ataupun faktor produksi, tetapi sebagai subyek, yaitu sebagai pelaku dalam proses produksi dengan segala harkat dan martabatnya.”[15]
Dalam bukunya, Abdul Khakim menyatakan pengertian buruh/pegawai adalah:
1.    Bekerja pada atau untuk majikan/perusahaan
2.    Imbalan kerjanya di bayar oleh majikan/perusahaan.
3.    Secara resmi terang-terangan dan kontiniu mengadakan hubungan kerja dengan majikan/perusahaan baik untuk waktu tertentu maupun untuk jangka waktu tidak tertentu lamanya.[16]

Menurut Soepomo dalam Abdul Khakim ada tiga jenis perlindungan tenaga kerja, antara lain:
a.       Perlindungan ekonomis
Yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk penghasilan yang cukup, termasuk bila tenaga kerja tidak mampu bekerja diluar kehendaknya.
b.      Perlindungan Sosial
Yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk jaminan kesehatan kerja, dan kebebasan berserikat dan perlindungan hak untuk berorganisasi
c.       Perlindungan teknis
Perlindungan tenaga kerja dalam bentuk keamanan dan keselamatan kerja.[17]

Perlindungan hukum bagi tenaga kerja sangat diperlukan mengingat kedudukan yang lemah. Disebutkan oleh Zainal Asikin, Yaitu:
“Perlindungan hukum dari kekuasaan majikan telaksana apabila peraturan perundang-undangan dalam bidang perburuhan yang mengharuskan atau memaksa majikan bertindak seperti dalam perundang-undangan tersebut benar-benar dilaksanakan semua pihak karena keberlakuan hukum tidak dapat diukur secara yuridis saja, tetapi diukur secara sosiologis dan filosofis.”[18]

Perlindungan hukum dapat terlaksana apabila adanya penegakan hukum. Secara konsepsional, inti dan arti penegakan hukum menurut Soerjono Soekanto adalah “terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalaam kaidah-kaidah yang mantap dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup”[19].
Dalam rangka perlindungan kerja, setiap pekerja dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja. Hal ini secara tegas termuat dalam Pasal 99 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.  Jaminan Sosial dalam bahasa Inggrisnya disebut dengan istilah Social Security. Istilah ini untuk pertama kalinya dipakai secara resmi oleh Amerika Serikat dalam suatu Undang-Undang yang bernama The Social Security Act Of 1935. Kemudian dipakai secara resmi dipakai oleh ILO (International Labour Organization). Menurut ILO “Social Security pada prinsipnya adalah sistem perlindungan yang diberikan oleh masyarakat untuk para warganya, melalui berbagai usaha dalam menghadapi risiko-risiko ekonomi atau sosial yang dapat mengakibatkan terhentinya/sangat berkurangnya penghasilan”.[20]
Program Jaminan sosial Tenaga Kerja mempunyai beberapa aspek antara lain:
1.  Memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal bagi tenaga kerja beserta keluarganya;
2.  Merupakan penghargaan kepada tenaga kerja yang telah menyumbangkan tenaga dan pikirannya kepada perusahaan tempatnya bekerja.[21]

Selanjutnya, menurut Soerjono Soekanto ada 5 faktor yang mempengaruhi penegakan hukum, yaitu:
1.      Faktor hukumnya sendiri,
2.      Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membuat dan menerapkan hukum tersebut,
3.      Faktor sarana dan prasarana yang mendukung penegakkan hukum
4.      Faktor Masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku dan diterapkan
5.      Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, rasa yang didasarkan pada manusia di dalam pergaulan sendiri.[22]

Berdasarkan uraian diatas, agar pelaksanaan perlindungan hukum peserta jaminan sosial tenaga kerja dapat berjalan lancar maka faktor-faktor tersebut perlu diperhatikan.

F.   Metode Penelitian
1.        Bentuk Penelitian
Bentuk penelitian ini adalah yuridis emipiris. Yaitu dengan mengindentifikasi Peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam rangka Fungsi Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Provinsi Jambi dalam Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja di Propinsi Jambi, dan kendala-kendala serta upaya apa saja untuk mengatasi kendala tersebut dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang ini.
2.        Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi yang digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah spesifikasi penelitian yang bersifat deskriptif, yaitu suatu penulisan yang menggambarkan dan diuraikan tentang pelaksanaan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja di Propinsi Jambi, dan kendala-kendala serta upaya apa saja untuk mengatasi kendala tersebut dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang tersebut.
3.    Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Wilayah Hukum Jambi. Tepatnya di Perusahaan Perseroan PT. Jamsostek Cabang I Propinsi Jambi, dan Kantor Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Propinsi Jambi
4.    Tata Cara Pengambilan Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi penelitian adalah kumpulan peristiwa hukum dengan subyek pelakunya yang memenuhi syarat-syarat tertentu yang berkaitan dengan masalah penelitian berupa keseluruhan jumlah yang melakukan kegiatan pada obyek penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah staf bagian kepersetaan perusahaan dalam Jamsostek di seluruh Indonesia dan semua bagian atau staf bagian kepesertaan perusahaan ke dalam program Jamsostek di Dinas Ketenagakerjaan serta pihak tenaga kerja yang ada pada perusahaan yang sudah ikut serta dan pihak tenaga kerja dari perusahaan yang belum ikut serta dalam program jaminan sosial tenaga kerja. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan Purposive sampling yaitu dengan cara mengambil subjek didasarkan pada tujuan penelitian. Dalam purposive sample, besarnya ukuran sampel tidak dipersoalkan. Sampel yang diambil hanya hanya sesuai dengan tujuan penelitian. Dengan kata lain, sampel yang dihubungi adalah sampel yang sesuai dengan kriteria tertentu yang ditetapkan berdasarkan tujuan penelitian. Sampel dalam penelitian ini sesuai dengan metode purposive sample, adapun sampel yang diambil adalah sebagai berikut :
1.        1 orang Staf bagian Pemasaran PT. Jamsostek Cabang I Provinsi Jambi.
2.        Kepala Bidang pengawas dari Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Propinsi Jambi
3.        25 orang tenaga kerja yang terdaftar Program Jamsostek
4.        25 orang tenaga kerja wajib daftar yang tidak terdafar dalam Progrm Jamsostek
5.    Sumber Data
Sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini berupa:
1.             Data Primer
Data primer diperoleh langsung dari lapangan melalui wawancara dan angket dengan responden.
2.             Data Sekunder
a. Bahan Hukum primer, yaitu mengumpulkan dan mempelajari berbagai peraturan Perundang-undangan yang terkait dengan skripsi ini.
b. Bahan hukum sekunder yaitu dengan mempelajari literatur dan dokumen yang ada hubungan dengan masalah yang diteliti.
6.        Tekhnik Pengumpulan Data
          Tekhnik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu cara wawancara langsung kepada para pihak dengan melakukan tanya jawab secara terbuka kepada yaitu Pejabat Dinas Ketenagakerjaan, Staf Bagian Pemasaran PT. Jamsostek dan kepada tenaga kerja dengan angket yang dijadikan sampel responden.
7.     Analisis Data
Analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif, yaitu dengan meneliti dan menganalisis data-data yang diperoleh hingga ditarik kesimpulan dalam bentuk pernyataan. Selanjutnya data yang berhasil dikumpulkan dann dianalisis melalui pola pikir deduktif, yaitu menarik kesimpulan umum ke khusus.



[1] Abdul Khakim, Dasar-Dasar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2009, hlm.105
[2] Tim Redaksi Pustaka Yustisia, Kompilasi Hukum Ketenagakerjaan dan Jamsostek, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2010, hlm.12
[3] Ibid,  hlm 10.
[4]Ni Nyoman Sukerti dan Ni Putu Purwanti, Pelaksanaan Sistem Pengupahan Terhadap Tenaga Kerja Wanita Pada Perusahaan Pemborongan di Denpasar, www. Hukum_online@opini.co.id, di unduh tanggal 3 Maret 2011
[5]H. R. Abdussalam,  Hukum Ketenagakerjaan (Hukum Perburuhan) Yang telah direvisi, Cetakan Ketiga, Restu Agung, Jakarta, 2009, hlm.191.
[6]Lalu Husni, Pengantar: Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Edisi revisi, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hlm.113.
[7] Tim Redaksi Pustaka Yustisia, Op.Cit, hlm.364
[8] Tim Redaksi Pustaka Yustisia, Op.Cit, hlm.365
[9] Tim Redaksi Pustaka Yustisia, Op.Cit, hlm.374-375
[10] Wawancara dengan Ariansyah, staff  Pemasaran PT. Jamsostek, PT. Jamsostek Cabang I Prvinsi Jambi, tanggal 22 Juli 2011
[11]  Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 2005, hlm.1210
[12] Dudu Duswara Macmudin, Pengantar Ilmu Hukum Sebuah Sktesa, PT Refika Aditama, Bandung, 2001, hlm. 80-81
[13] Abdul Rachmad Budiono, Hukum Perburuhan, Indeks, Jakarta Barat, 2011, hlm. 168
[14] Imam Soepomo, Hukum Perburuhan Bidang Hubungan Kerja, Karya Unipress, Jakarta, 2001, hlm 1.
[15] F.X.Djumiadji, Perjanjian Kerja, Edisi Revisi, Sinar Grafika, Jakarta, 1994, hlm.4
[16] Abdul Khakim, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Berdasarkan Undang-Undang  Nomor 13 Tahun 2003, Edisi Revisi, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007, hlm 3.
[17] Ibid, hlm 106
[18] Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hlm 10
[19] Rahayu Hartini, Aspek Hukum Bisnis, UMM Press, Malang, 2007, hlm 7-8.
[20] Zainal Asikin, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hlm 98-99
[21] Imam Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, Djambatan, Jakarta, 1999, Hlm 199-200
[22]Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang mempengaruhi Penegakan Hukum, Raja Grafindo Pustaka, Jakarta, 2005, hlm.8

Read more: http://pelajaran-blog.blogspot.com/2009/02/membuat-read-moreselengkapnyabaca.html#ixzz1zecWfyfP

Tidak ada komentar:

Posting Komentar